LINGUISTIK UMUM DAN BAHASA
Sesungguhnya, para penyelidik hingga
saat ini masih belum mencapai kesepakatan tunggal tentang asal-usul bahasa.
Diskusi tentang asal-usul bahasa sudah dimulai ratusan tahun lalu, Malahan
masyarakat linguistik Perancis pada tahun 1866 sempat melarang mendiskusikan
asal-usul bahasa. Menurut mereka mendiskusikan hal tersebut tidak bermanfaat,
tidak ada artinya karena hanya bersifat spekulasi.
Penelitian Antropologi telah
membuktikan bahwa kebanyakan kebudayaan primitif meyakini keterlibatan Tuhan
atau Dewa dalam permulaan sejarah berbahasa. Teori-teori ini dikenal dengan
istilah divine origin (teori berdasarkan kedewaan/kepercayaan) pada pertengahan
abad ke-18. Namun teori-teori tersebut tidak bertahan lama. Teori yang agak bertahan
adalah Bow-wow theory, disebut juga onomatopoetic atau echoic theory Menurut
teori ini kata-kata yang pertama kali adalah tiruan terhadap bunyi alami
seperti nyanyian ombak, burung, sungai, suara guntur, dan sebagainya. Ada pula
teori lain yang disebut Gesture theory yang menyatakan bahwa isyarat mendahului
ujaran.
Teori-teori yang lahir dengan pendekatan modern tidak lagi menghubungkan Tuhan atau Dewa sebagai pencipta bahasa. Teori-teori tersebut lebih memfokuskan pada anugerah Tuhan kepada manusia sehingga dapat berbahasa. Para ahli Antropologi menyoroti asal-usul bahasa dengan cara menghubungkannya dengan perkembangan manusia itu sendiri.
Dari sudut pandang para antropolog
disimpulkan bahwa manusia dan bahasa berkembang bersama. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan manusia menjadi homo sapiens juga mempengaruhi perkembangan
bahasanya. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa pada manusia berkembang
sejalan dengan proses evolusi manusia. Perkembangan otak manusia mengubah dia
dari agak manusia menjadi manusia sesungguhnya. Hingga akalnya manusia
mempunyai kemampuan berbicara. Pembicaraan tentang asal-usul bahasa dapat
dibicarakan dari dua pendekatan, pendekatan tradisional dari modern para ahli
dari beberapa disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pandangannya dengan
berbagai argumentasi. Diskusi tentang hal ini hingga sekarang belum menemukan
kesepakatan, pendapat mana dan pendapat siapa yang paling tepat.
Banyak definisi tentang konsep
bahasa yang dinyatakan para ahli bahasa. Pada umumnya definisi tersebut
berpendapat bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang bersifat arbitrer dan
konvensional, merupakan lambang bunyi. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai
ciri-ciri bahasa, yaitu (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu
berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat
arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7)
bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu
bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat
dinamis, (12) bahasa itu bersifat manusiawi.
1.
Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa
(linguistik)
Linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistik
berasal dari kata Latin lingua yang berarti bahasa. Orang yang ahli dalam ilmu linguistik
disebut linguis. Ilmu linguistik sering juga disebut linguistik umum (general
linguistic) karena tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja. Ilmu bahasa yang dipelajari saat ini
bermula dari penelitian tentang bahasa sejak zaman Yunani (abad 6 SM). Secara
garis besar studi tentang bahasa dapat dibedakan antara tata bahasa tradisional
dan linguistik modern.
a.
Tata Bahasa Tradisional
Pada
zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa dan apa
hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa adalah sistem
tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup segala
segi kehidupan manusia, misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan
sebagainya. Tetapi mengenai hakikat bahasa – apakah bahasa mirip realitas atau
tidak – mereka belum sepakat. Dua filsuf besar yang pemikirannya terus
berpengaruh sampai saat ini adalah Plato dan Aristoteles.
Plato
berpendapat bahwa bahasa adalah physei
atau mirip realitas; sedangkan Aristoteles mempunyai pendapat sebaliknya yaitu
bahwa bahasa adalah thesei atau tidak
mirip realitas kecuali onomatope dan lambang bunyi (sound symbolism). Perbedaan pendapat ini juga merambah ke masalah
keteraturan (regular) atau
ketidakteraturan (irregular) dalam
bahasa. Kelompok penganut pendapat adanya keteraturan bahasa adalah kaum
analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis; sedangkan kaum
anomalis yang berpendapat adanya ketidakteraturan dalam bahasa mewarisi
pandangan kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis mempengaruhi pengikut
aliran Stoic. Kaum Stoic lebih tertarik pada masalah asal mula bahasa secara
filosofis. Mereka membedakan adanya empat jenis kelas kata, yakni nomina,
verba, konjungsi dan artikel.
Pada
awal abad 3 SM studi bahasa dikembangkan di kota Alexandria yang merupakan
koloni Yunani. Di kota itu dibangun perpustakaan besar yang menjadi pusat
penelitian bahasa dan kesusastraan. Para ahli dari kota itu yang disebut kaum
Alexandrian meneruskan pekerjaan kaum Stoic, walaupun mereka sebenarnya
termasuk kaum analogis. Sebagai kaum analogis mereka mencari keteraturan dalam
bahasa dan berhasil membangun pola infleksi bahasa Yunani. Apa yang dewasa ini
disebut "tata bahasa tradisional" atau " tata bahasa
Yunani" , penamaan itu tidak lain didasarkan pada hasil karya kaum
Alexandrian ini. Salah seorang ahli bahasa bemama Dionysius Thrax merupakan
orang pertama yang berhasil membuat aturan tata bahasa secara sistematis serta
menambahkan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina dan preposisi terhadap
empat kelas kata yang sudah dibuat oleh kaum Stoic.
Pengaruh
tata bahasa Yunani sampai ke kerajaan Romawi. Para ahli tata bahasa Latin
mengadopsi tata bahasa Yunani dalam meneliti bahasa Latin dan hanya melakukan
sedikit modifikasi, karena kedua bahasa itu mirip. Tata bahasa Latin dibuat
atas dasar model tata bahasa Dionysius Thrax. Minat meneliti bahasa-bahasa di Eropa
sebenarnya sudah dimulai sebelum zaman Renaisans, antara lain dengan ditulisnya
tata bahasa Irlandia (abad 7 M), tata bahasa Eslandia (abad 12), dan sebagainya.
Pada masa itu bahasa menjadi sarana dalam kesusastraan, dan bila menjadi objek
penelitian di universitas tetap dalam kerangka tradisional. Tata bahasa
dianggap sebagai seni berbicara dan menulis dengan benar. Tugas utama tata
bahasa adalah memberi petunjuk tentang pemakaian "bahasa yang baik" ,
yaitu bahasa kaum terpelajar. Petunjuk pemakaian "bahasa yang baik"
ini adalah untuk menghindarkan terjadinya pemakaian unsur-unsur yang dapat
"merusak" bahasa seperti kata serapan, ragam percakapan, dan sebagainya. Sampai menjelang zaman Renaisans, bahasa
yang diteliti adalah bahasa Yunani, dan Latin.
Bahasa Latin
mempunyai peran penting pada masa itu karena digunakan sebagai sarana dalam
dunia pendidikan, administrasi dan diplomasi internasional di Eropa Barat. Pada
zaman Renaisans penelitian bahasa mulai berkembang ke bahasa-bahasa Roman
(bahasa Prancis, Spanyol, dan Italia) yang dianggap berindukkan bahasa Latin,
juga kepada bahasa-bahasa yang nonRoman seperti bahasa Inggris, Jerman,
Belanda, Swedia, dan Denmark.
b.
Linguistik Modern
Pada
abad 19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari,
maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian adalah
bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau berasal dari
satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas
dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan demikian dapat diperkirakan
apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari bahasa moyang yang sama atau berasal
dari bahasa proto yang sama sehingga secara genetis terdapat hubungan
kekerabatan di antaranya. Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat
ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol,
dan Italia.
Untuk mengetahui
hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode komparatif. Antara
tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di
antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya.
Pada tahun 1870 itu para ahli bahasa dari kelompok Junggramatiker atau
Neogrammarian berhasil menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan
antarbahasa berdasarkan metode komparatif.
Beberapa rumpun bahasa
yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa ini antara lain:
1.
Rumpun
Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik,
Gaulis.
2.
Rumpun
Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3.
Rumpun
Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4.
Rumpun
Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5.
Rumpun
Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
6.
Rumpun
Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7.
Rumpun
Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8.
Rumpun
Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9.
Rumpun
Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10. Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai,
Tibeto-Burma.
11. Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara,
Kaukasus Selatan.
12. Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo,
Maya Sioux, Hokan
13. Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di
Papua, Australia dan Kadai.
Ferdinand De Saussure seorang
sarjana Swiss dianggap sebagai pelopor linguistik modern. Bukunya yang terkenal
adalah Cours de linguistique generale (1916). Buku tersebut dianggap sebagai
dasar linguistik modern. Beberapa istilah yang digunakan olehnya menjadi
istilah yang digunakan dalam linguistik. Istilah tersebut adalah langue,
language, dan parole. Keberhasilan
kaum Junggramatiker merekonstruksi bahasa-bahasa proto di Eropa mempengaruhi
pemikiran para ahli linguistik abad 20, antara lain Ferdinand de Saussure.
Sarjana
ini tidak hanya dikenal sebagai bapak linguistik modern, melainkan juga seorang
tokoh gerakan strukturalisme. Dalam strukturalisme bahasa dianggap sebagai
sistem yang berkaitan (system of
relation). Elemen-elemennya seperti kata, bunyi saling berkaitan dan
bergantung dalam membentuk sistem tersebut.
Beberapa pokok
pemikiran Saussure:
(1)
Bahasa
lisan lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan hanya merupakan sarana yang
mewakili ujaran.
(2)
Linguistik
bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa tradisional.
Para ahli linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana orang berbicara dan
menulis dalam bahasanya, bukan memberi keputusan bagaimana seseorang seharusnya
berbicara.
(3)
Penelitian
bersifat sinkronis bukan diakronis seperti pada linguistik abad 19. Walaupun
bahasa berkembang dan berubah, penelitian dilakukan pada kurun waktu tertentu.
(4)
Bahasa
merupakan suatu sistem tanda yang bersisi dua, terdiri dari signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Keduanya merupakan
wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah, yang lain juga berubah.
(5)
Bahasa
formal maupun nonformal menjadi objek penelitian.
(6)
Bahasa
merupakan sebuah sistem relasi dan mempunyai struktur.
(7)
Dibedakan
antara bahasa sebagai sistem yang terdapat dalam akal budi pemakai bahasa dari suatu
kelompok sosial (langue) dengan
bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya (parole).
Ahli linguistik
yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah
yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan
selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang
dicetuskannya melalui Aspects of the
Theory of Syntax (1965) disebut standard
theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung
makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968
sarjana ini mencetuskan teori extended
standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun
1993 Minimalist program.
Langue mengacu pada suatu sistem
bahasa tertentu yang ada dalam benak seseorang yang disebut competence oleh
Chomsky. Langue ini akan muncul dalam bentuk parole, yaitu ujaran yang
diucapkan atau yang didengar oleh kita. Jadi, parole merupakan performance dari
langue. Parole inilah yang dapat diamati langsung oleh para linguis. Sedangkan
language adalah satu kemampuan berbahasa yang ada pada setiap, manusia yang
sifatnya pembawaan. Pembawaan ini pun harus dikembangkan melalui
stimulus-stimulus. Jika dikaitkan dengan istilah-istilah dari Ferdenand De
Saussure, maka yang menjadi objek dalam linguistik adalah hal-hal yang dapat
diamati dari bahasa yakni parole dan yang melandasinya yaitu langue.
Bagi linguis, pengetahuan yang luas
tentang linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan
melaksanakan tugasnya. Seorang linguis dituntut untuk dapat menjelaskan
berbagai gejala bahasa dan memprediksi gejala berikutnya. Bagi peneliti,
kritikus, dan peminat sastra, linguistik akan membantu mereka dalam memahami
karya-karya sastra dengan lebih baik. Bagi guru bahasa pengetahuan tentang
seluruh subdisiplin linguistik fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik)
akan sangat diperlukan. Sebagai guru bahasa, selain dituntut untuk mampu
berbahasa dengan baik dan benar mereka juga dituntut untuk dapat menjelaskan
masalah dan gejala-gejala bahasa. Pengetahuan tentang linguistik akan menjadi
bekal untuk melaksanakan tugas tersebut.
Bagi penyusun kamus, pengetahuan
tentang linguistik akan sangat membantu dalam menjalankan tugasnya. Penyusun
kamus yang baik harus dapat memahami fonem-fonem bahasa yang akan dikamuskan,
penulisan fonem tersebut, makna seluruh morfem yang akan dikamuskan, dan
sebagainya. Para penyusur buku pelajaran tentu banyak membutuhkan konsep-konsep
linguistik dalam benaknya. Buku pelajaran yang akan disusun harus menggunakan
kalimat yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa yang akan membaca buku
tersebut. Di samping itu mereka harus mampu menyajikan materi dengan kosakata
dan kalimat yang tepat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Linguistik akan
sangat bermanfaat bagi mereka.
Sebagai sebuah gejala yang kompleks, bahasa dapat
diamati atau dikaji dari berbagai segi. Hal ini melahirkan berbagai cabang
linguistik. Berdasarkan segi keluasan objek kajiannya, dapat dibedakan adanya
linguistik umum dan linguistik khusus. Berdasarkan segi keluasan objek
kajiannya, dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan diakronik.
Berdasarkan bagian-bagian bahasa mana yang dikaji, dapat dibedakan adanya
linguistik mikro dan makro yang sering juga diistilahkan dengan mikrolinguistik
dan makrolinguistik. Berdasarkan tujuannya, dapat dibedakan antara linguistik
teoritis dan linguistik terapan. Berdasarkan alirannya, linguislik dapat
diklasifikasikan atas linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik
trasformasional, linguistik generatif, linguistik relasional, dan linguistik
sistemik. Di samping cabang-cabang linguistik di atas, Verhaar juga memasukkan
pembahasan fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik sebagai
cabang linguistik.
2.
Aliran-aliran Linguistik
Sejarah linguistik yang sangat
panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran linguistik yang pada akhirnya
mempengaruhi pengajaran bahasa. Masing-masing aliran tersebut memiliki
pandangan yang berbeda-beda tentang bahasa sehingga melahirkan berbagai tata
bahasa.
Aliran tradisional telah melahirkan
sekumpulan penjelasan dan aturan tata bahasa yang dipakai kurang lebih selama
dua ratus tahun lalu. Menurut para ahli sejarah, tata bahasa yang dilahirkan
oleh aliran ini merupakan warisan dari studi preskriptif (abad ke 18). Studi
preskriptif adalah studi yang pada prinsipnya ingin merumuskan aturan-aturan
berbahasa yang benar.
Sejak tahun 1930-an sampai akhir
tahun 1950-an aliran linguistik yang paling berpengaruh adalah aliran
struktural. Tokoh linguis dari Amerika yang dianggap berperan penting pada era
ini adalah Bloomfield. Linguistik Bloomfield berbeda dari yang lain. Dia
melandasi teorinya berdasarkan psikologi behaviorisme. Menurut Behaviorisme
ujaran dapat dijelaskan dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada di sekitar
kejadiannya. Kelompok Bloomfield menyebut teori ini mechanism, sebagai
kebalikan dari mentalism.
Bloomfield berusaha rnenjadikan
linguistik sebagai suatu ilmu yang besifat empiris. Karena bunyi-bunyi ujaran
merupakan fenomena yang dapat diamati langsung maka ujaran mendapatkan
perhatian yang istimewa. Akibatnya, kaum strukturalis memberikan fokus
perhatiannya pada fonologi, morfologi, sedikit sekali pada sintaksis, dan sama sekali
tidak pada semantik. Pada tahun 1914
Bloomfield menulis buku An Introduction
to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal Language yang didirikan oleh Linguistic Society of America tahun
1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan behaviorismenya tentang fakta
bahasa, yakni stimulus-response atau
rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957) dari
Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui teknik drill.
Dalam
bukunya Language, Bloomfield
mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem
sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan
behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur
bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan
pandangannya disebut strukturalis.
Bloomfield
beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun.
Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa
deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian
telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah
itu.
Bloomfield
berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan
tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem
hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata
bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori
oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen.
Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.
Tata bahasa tagmemik dipelopori oleh
Kenneth L. Pike, Bukunya yang terkenal adalah Linguage in Relation to a United
Theory of The Structure of Human Behaviour (1954). Menurut aliran Ini, satuan
dasar dari sintaksis adalah tagmem (bahasa Yunani yang berarti susunan). Tagmem
adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok
bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.
Linguistik transformasi melahirkan
tata bahasa Transformational Generative Grammar yang sering disebut dengan
istilah tata bahasa transformasi atau tata babasa generatif. Tokoh linguistik
transformasi yang terkenal adalah Noam Comsky dengan bukunya Syntactic
Structure (1957). Buku tersebut terus diperbaiki oleh Chomsky sehingga terlahir
buku kedua yang berjudul Aspect of the Theory of Sintax.
Chomsky menyatakan bahwa setiap tata bahasa dari suatu
bahasa merupakan teori dari bahasa itu sendiri. Syarat tata bahasa menurutnya
adalah:
·
Pertama, kalimat yang dihasilkan
oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahwa tersebut sebagai
kalimal yang wajar dan tidak dibuat-buat.
·
Kedua, tata bahasa tersebut harus
berbentuk sedemikian rupa sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak
berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya harus sejajar dengan
teori linguistik tertentu (Chaer, 1994).
Selain hal di atas konsep dari
Chomsky yang populer hingga sekarang adalah istilah dan competence, dan
performance. Competence adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa
mengenai bahasanya. Hal ini tersimpan dalam benak para pengguna bahasa.
Sedangkan performance adalah penggunaan suatu bahasa dalam keadaan real
(situasi sesungguhnya). Kedua konsep ini kiranya sejalan dengan konsep langue
dan parole yang dikemukakan de Saussure.
Menurut teori semantik generatif,
struktur sintaksis dan semantik dapat diteliti bersamaan karena keduanya adalah
satu. Struktur semantik ini serupa dengan logika, berupa ikatan tidak berkala
antara predikat dengan seperangkat argumen dalam suatu proposisi
Menurut teori ini argumen adalah
segala sesuatu yang dibicarakan, predikat adalah semua yang menunjukkan
hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan, dan sebagainva. Jadi, dalam
menganalisis sebuah kalimat, teori ini berusaha untuk menguraikannya lebih jauh
sampai diperoleh predikat yang tidak dapat diuraikan lagi.
Charles J. Fillmore dalam buku The
Case for Case tahun 1968 yang pertama kali memperkenalkan tata bahasa kasus.
Dalam bukunya ini Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas yang bisa berupa
unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi terdiri dari sebuah
verba disertai dengan sejumlah kasus (Chaer, 1994). Pengertian kasus dalam
teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba di sini sama dengan
predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif.
Hanya argumen dalam teori ini diberi label kasus. Dalam tata bahasa kasus
dikenal istilah-istilah seperti agent (pelaku), experiencer (pengalami), object
(objek, yang dikenai perbuatan), source (keadaan, tempat, waktu), goal
(tujuan), dan referential (acuan).
3. Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa
Secara
umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik
terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup
pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang
tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.
a.
Fonetik
Walaupun dalam prinsip bahasa dapat menggunakan berbagai mode disamping
bunyi untuk menyampaikan arti, misalnya sinyal visual dalam kasus bahasa tanda,
dalam bahasa manusia kebanyakan diucapkan. Bunyi digunakan untuk
mengkomunikasikan arti. Karakter yang dibicarakan dalam bahasa manusia bukan
suatu kebetulan. Beberapa teori telah mengklaim bahwa menggunakan alat vokal untuk
berbahasa membebaskan tangan manusia untuk terlibat dalam aktivitas lain dan
memiliki survival value dalam evolusi ras ini. Hal yang menarik adalah
orang-orang di seluruh dunia mengadopsi bahasa ucap, tetapi bahasa tanda hanya
digunakan di lingkungan tertentu. Bunyi ucapan lebih penting dalam bahasa
manusia. Studi tentang bahasa ucapan disebut fonetik.
Untuk mengkomunikasikan arti dengan suara, seluruh rantai aktivitas
dilibatkan. Pertama, arti dikodekan kedalam suara yang diproduksi oleh
pembicara dengan menggunakan mulut, lidah, bibir, dan alat artikulatori
lainnya. Mereka ditransmisikan melalui udara untuk mencapai pendengar dan
dirasakan oleh pendengar melalui proses auditori, terakhir ditranslasikan
kembali menjadi sebuah arti. Studi tentang bunyi ucapan melibatkan tiga aspek:
bagaimana suara dihasilkan, bagaimana suara ditransmisikan dan bagaimana suara
dirasakan. Studi tentang menghasilkan bunyi ucapan adalah articulatory
phonetic; studi tentang transmisi dan properti fisik bunyi ucapan,
contohnya intensitas, frekuensi dan durasi, adalah acoustic phonetic;
studi menanggapi bunyi ucapan adalah auditory phonetic.
Studi articulatory phonetic memiliki sejarah paling panjang diantara
tiga cabang phonetic, dikarenakan fakta bahwa relatif mudah untuk mengobservasi
proses artikulatori. Di abad ke-19, articulatory phonetic sudah dikembangkan
dengan baik. Dalam musik popular My Fair Lady, berdasarkan Bernard
Shaw’s Pygmalion, professor eksentrik, Higgins, diperagakan setelah
fonetisian terkemuka Henry Sweet. Tetapi acoustic phonetic baru dikembangkan
beberapa decade setelah itu. Bedanya dengan articulatory phonetic, acoustic
phonetic didasari oleh banyaknya penggunaan instrumen canggih sama seperti
studi akustik di fisika. Instrumen yang paling penting, spectrograph, ditemukan
di tahun 40-an. Diantara tiga cabang fonetik, auditory phonetic adalah aspek
yang paling mudah untuk dipahami, dikarenakan oleh jarak dalam pemahaman
neurology dan persepsi.Studi articulatory phonetic memiliki tiga subbagian.
Pertama, kita belajar artikulasi, contohnya produksi bunyi ucapan. Kedua, kita
mendeskripsikan bunyi dalam cara yang dipahami oleh linguist lain. Ketiga, kita
mengklasifikasikan eksposisi konsep dan prosedur yang terlibat dan rangkaian
latihan untuk mendapatkan pengalaman.
Definisi Fonetik yaitu bidang studi yang mempelajari bunyi (fon /
phone) tanpa memperhatikan fungsi bunyi itu sebagai pembeda makna, tidak ada
semantic karena fon yang menjadi satuan dari fonetik tidak memiliki makna.
Karena tidak obyek studinya, maka tentu saja tidak ada ilmunya.
Pada tataran fonologi atau fonemik pun tidak ada semantic karena walaupun fonem yang menjadi satuan dalam studi fonetik mempunyai fungsi untuk membedakan makna kata, tetapi fonem itu sendiri tidak bermakna. Verhaar (1978) membandingkan fonem sebagai garis-garis pemisah jalur di jalan raya. Garis itu memang mempunyai fungsi sebagai pemisah jalur kiri dan jalur kanan. Namun, garis itu sendiri tidak mempunyai arti, sebab dia dengan mudah dapat dilanggar.
Pada tataran fonologi atau fonemik pun tidak ada semantic karena walaupun fonem yang menjadi satuan dalam studi fonetik mempunyai fungsi untuk membedakan makna kata, tetapi fonem itu sendiri tidak bermakna. Verhaar (1978) membandingkan fonem sebagai garis-garis pemisah jalur di jalan raya. Garis itu memang mempunyai fungsi sebagai pemisah jalur kiri dan jalur kanan. Namun, garis itu sendiri tidak mempunyai arti, sebab dia dengan mudah dapat dilanggar.
Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah
berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat
abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan
mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa
Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari
fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan
tepat.
Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik,
departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, khususnya
pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara tepat, seseorang
dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa. Misalnya, jika seorang pemimpin
di Indonesia mengadakan kunjungan ke Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk
menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik,
sehingga ia dapat memberikan pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat.
Salah seorang pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional
adalah Paus Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau
selalu memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal
tersebut berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum tentu,
namun cukup belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi ratusan bahasa
dengan tepat.
b.
Fonologi
Pengertian
fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis
ilmu bahasa secarea umum. Istilah fonologi berasal dari gabungan kata Yunani
yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau
ilmu disebut juga tata bunyi.
Fonologi
mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus
konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris
karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus
konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa
lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh
sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam
sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis
bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini
adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan
di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika
disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.
Maksud dan makna fonologi adalah
seperti yang berikut menurut kamus dewan, fonologi merupakan kajian tentang
bunyi sebutan dalam sesuatu bahasa.(1996:354) Dalam Merriam Webster’s
Collegaite Dictionanry tenth edition (1996:874) fonologi dihuraikan sebagai
“the science of speech sounds including, especially the history and theory of
sound changes in a language or in two or more related languages.Mengikut Kamus
Linguistik (Harimurti Kridalaksana,1984:51) memberikan definisi fonologi se
bagai bidang dalam linguistic yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa mengikut
fungsinya.Kamus oxford Advanced Learner’s Dictionanry of Current English
(1992:671) memberi pengertian fonologi sebagai “the study of the systems of
speech sounds,especially in a particular language.Manakala kamus Chamber Family
Dictionary (1990:572) menghuraikan fonologi sebagai “ the study of system of
sounds in language and of the history of their changes
”Dalam Collins Shorter English
Dictionary (1993:858) fonologi dikatakan “the study of the sound system of a
language or of language in general.” The World Book Dictionary (1981:1567)
menerangkan fonologi sebagai “ the system of sound used in language”.Dalam
Ensyclpedia Amerikana (1994:959) fonologi diberi pengertian sebagai “the branch
of linguistics or of grammar that deals with speech sound as they enter into
the structure of language.”
Di samping itu juga definisi dan
maksud fonologi juga didapati dan dipetik daripada pendapat beberapa orang
sarjana bahasa. Mengikut Adrian Akmajian et al dalam bukunya
Linguistik:Pengantar Bahasa dan Komunikasi terjemahan oleh Aishah Mahdi dan
Azizah Hussien memberi pengertian tentang fonologi seperti yang berikut: “ Fonologi
ialah subbidang linguistic yang mengkaji struktur dan pemolaan sistematik bunyi
dalam bahasa manusia.Istilah fonologi digunakan dalam dua cara. Dari satu segi,
fonologi sesuatu bahasa tertentu dan rumus yang maengawal penyebaran bunyi
tersebut.
c.
Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi
mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk
kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam
morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti)
yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata
itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara
struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat
terendah dan kata pada tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa
morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
Dalam bahasa Indonesia, kata morfologi berasal dari kata morphology.
Kata morphology merupakan kata asing yang mengalami pengondisian bahasa menjadi
morfologi, bentukan kata ini berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan
logi yang berarti ilmu. Jadi, morfologi menurut asal katanya adalah ilmu yang
mempelajari tentang bentuk kata dari suatu bahasa.
Menurut Ramlan, (1978: 16) morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa
yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh
perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata
serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun
fungsi semantik.
Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan
(KBBI, 2007: 1260). Menurut Gorys Keraf, kata kerja (verba) adalah segala macam
kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata “dengan + kata sifat”. Kata
kerja atau verba dibatasi sebagai berikut. Semua kata yang menyatakan perbuatan
atau laku digolongkan dalam kata kerja (Keraf, 1984: 64). Sedangkan menurut
Alisjahbana (dalam Muslich, 2008: 110) kata kerja (verba) adalah semua kata
yang menyatakan perbuatan atau laku.
Morfologi
lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai
perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat
apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu
yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami
imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan
kata yang benar. Misalnya akhiran -en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -en
tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green
untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli
bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata
tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya
diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung
menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.
d.
Sintaksis
Kata sintaksis berasal dari
bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan kata tattein yang
berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama
kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Secara umum struktur sintaksis terdiri
dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan
(K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba,
ajektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis.
Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran
sintaksis.
Eksistensi struktur sintaksis terkecil
ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi; bisa
juga ditambah dengan konektor yang biasanya disebut konjungsi. Peran
ketiga alat sintaksis itu tidak sama antara bahasa yang satu dengan yang lain.
Kata sebagai satuan
terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi
sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan
satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis. Kata sebagai pengisi satuan sintaksis, harus dibedakan
adanya dua macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh adalah
kata yang secara leksikal mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk
mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri
sebagai sebuah satuan. Yang termasuk kata penuh adalah kata-kata kategori nomina,
verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia. Misalnya mesjid memiliki
makna ‘ tempat ibadah orang Islam ’. Sedangkan kata tugas adalah kata
yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi,
merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak dapat berdiri
sendiri. Yang termasuk kata tugas adalah kata-kata kategori preposisi dan
konjungsi. Misalnya dan tidak mempunyai makna leksikal, tetapi
mempunyai tugas sintaksis untuk menggabungkan menambah dua buah konstituen.
Kata-kata yang termasuk kata penuh
mempunyai kebebasan yang mutlak, atau hampir mutlak sehingga dapat menjadi
pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan kata tugas mempunyai kebebasan yang
terbatas, selalu terikat dengan kata yang ada di belakangnya (untuk preposisi),
atau yang berada di depannya (untuk posposisi), dan dengan kata-kata yang
dirangkaikannya (untuk konjungsi).
Analisis
sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya
adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori
analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam
suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak.
Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan
perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun
tidak sengaja.
e.
Semantik
Kajian
semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai
dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam
bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu
yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli
semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna
yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai
nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui
antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak
sesuai.
f.
Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa adalah guru dan/atau
pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah
kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para
pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui
bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru
bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican),
S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K.
Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic
English terdiri atas 850 kata utama.
Selanjutnya,
pada tahun 1953, Michael West menyusun General
Service List yang berisikan dua kelompok kata utama (masing-masing terdiri
atas 1000 kata) yang diperlukan oleh pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa
Inggris. Daftar tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas ternama
yang memiliki jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari Victoria
University or Wellington, berhasil menyelesaikan suatu proyek kosakata akademik
yang dilakukan di semua fakultas di universitas tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu daftar
kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks berbahasa
Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya lainnya yang
bersifat akademik.
Proses
penelitian hingga menjadi materi pelajaran atau buku bahasa Inggris yang
bermanfaat hanya diketahui oleh ahli bahasa yang terkait, sedangkan pelajar
bahasa dapat langung mempelajari dan memperoleh manfaatnya. Sama halnya dalam
ilmu kedokteran, proses penelitian hingga menjadi obat yang bermanfaat hanya
diketahui oleh dokter, sedangkan pasien dapat langsung menggunakannya dan
memperoleh manfaatnya.
g.
Leksikografi
Leksikografi
adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar
(atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa
penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai proses.
Dua nama
besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan
Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada
tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali
membuat kamus An American Dictionary of
the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume.
Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford
English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.
Saat ini,
kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced Learner’s
Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa orang mungkin secara sederhana akan
menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup mudah dimengerti. Tidak banyak
yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil
analisis British National Corpus yang
melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan dana universitas dan dana
negara yang jumlahnya cukup besar. Secara umum, definisi yang diberikan dalam
kamus tersebut seharusnya dapat mudah dipahami oleh pelajar karena semua entri
dalam kamus tersebut hanya didefinisikan oleh sekelompok kosa kata inti.
Bagaimana kosa-kata inti tersebut disusun? Tentu hanya ahli bahasa yang dapat
menjelaskannya, sedangkan para sarjana dan pelajar dapat langsung saja
menikmati dan menggunakan berbagai kamus Oxford yang ada dipasaran.
4.
Penutup
Salah satu buku
awal yang menjelaskan mengenai ilmu bahasa adalah buku An Introduction to Linguistic Science yang ditulis oleh Bloomfield
pada tahun 1914. Jurnal ilmiah internasional ilmu bahasa, yang berjudul International Journal of American
Linguistics, pertama
kali diterbitkan pada tahun 1917.
Ilmu bahasa terus berkembang dan
semakin memainkan peran penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal ini
dibuktikan dengan semakin majunya program pascasarjana bidang linguistik di
berbagai universitas terkemuka (UCLA, MIT, Oxford, dll). Buku-buku karya ahli
bahasa pun semakin mendapat perhatian. Salah satu buktinya adalah buku The Comprehensive Grammar of the English
Langauge, yang terdiri atas 1778 halaman, yang acara peluncurannya di buka
oleh Margareth Thatcher, pada tahun 1985. Respon yang luar biasa terhadap buku
tersebut membuatnya dicetak sebanyak tiga kali dalam tahun yang sama. Buku tata
bahasa yang terbaru, The Cambridge
Grammar of the English Language, tahun 2002, yang terdiri atas 1842
halaman, ditulis oleh para ahli bahasa yang tergabung dalam tim peneliti
internasional dari lima negara.
Daftar Pustaka
- Alwasilah, Chaedar. (1985). Linguistik Suatu
Pengantar, Bandung: Angkasa.
- -------------. (1993). Beberapa Madhab &
Dikotomi Teori Linguistik, Bandung: Angkasa.
- Chaer, Abdul. (1994). Linguistik Umum. Jakarta:
Rineka Cipta.
- Verharr, J. W.M. (1993). Pengantar Linguistik
Yogyakarta: Gajah Mada University.
- -------------. (1996). Asas-Asas Linguistik Umum.
Yogyakarta: Gajah Mada University.
·
Robins, R.H. 1990. A
Short History of Linguistics. London: Longman.
·
Fromkin,
Victoria & Robert Rodman. 1998. An
Introduction to Language (6th Edition). Orlando: Harcourt Brace College
Publishers.
·
Hornby,
A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s
Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford University Press.
·
Matthews,
Peter. 1997. The Concise Oxford
Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford University Press.
.
0 comments