Saturday 29 April 2017

LINGUISTIK UMUM DAN BAHASA

LINGUISTIK UMUM DAN BAHASA

Sesungguhnya, para penyelidik hingga saat ini masih belum mencapai kesepakatan tunggal tentang asal-usul bahasa. Diskusi tentang asal-usul bahasa sudah dimulai ratusan tahun lalu, Malahan masyarakat linguistik Perancis pada tahun 1866 sempat melarang mendiskusikan asal-usul bahasa. Menurut mereka mendiskusikan hal tersebut tidak bermanfaat, tidak ada artinya karena hanya bersifat spekulasi.
Penelitian Antropologi telah membuktikan bahwa kebanyakan kebudayaan primitif meyakini keterlibatan Tuhan atau Dewa dalam permulaan sejarah berbahasa. Teori-teori ini dikenal dengan istilah divine origin (teori berdasarkan kedewaan/kepercayaan) pada pertengahan abad ke-18. Namun teori-teori tersebut tidak bertahan lama. Teori yang agak bertahan adalah Bow-wow theory, disebut juga onomatopoetic atau echoic theory Menurut teori ini kata-kata yang pertama kali adalah tiruan terhadap bunyi alami seperti nyanyian ombak, burung, sungai, suara guntur, dan sebagainya. Ada pula teori lain yang disebut Gesture theory yang menyatakan bahwa isyarat mendahului ujaran.

Teori-teori yang lahir dengan pendekatan modern tidak lagi menghubungkan Tuhan atau Dewa sebagai pencipta bahasa. Teori-teori tersebut lebih memfokuskan pada anugerah Tuhan kepada manusia sehingga dapat berbahasa. Para ahli Antropologi menyoroti asal-usul bahasa dengan cara menghubungkannya dengan perkembangan manusia itu sendiri.
Dari sudut pandang para antropolog disimpulkan bahwa manusia dan bahasa berkembang bersama. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia menjadi homo sapiens juga mempengaruhi perkembangan bahasanya. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa pada manusia berkembang sejalan dengan proses evolusi manusia. Perkembangan otak manusia mengubah dia dari agak manusia menjadi manusia sesungguhnya. Hingga akalnya manusia mempunyai kemampuan berbicara. Pembicaraan tentang asal-usul bahasa dapat dibicarakan dari dua pendekatan, pendekatan tradisional dari modern para ahli dari beberapa disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pandangannya dengan berbagai argumentasi. Diskusi tentang hal ini hingga sekarang belum menemukan kesepakatan, pendapat mana dan pendapat siapa yang paling tepat.
Banyak definisi tentang konsep bahasa yang dinyatakan para ahli bahasa. Pada umumnya definisi tersebut berpendapat bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang bersifat arbitrer dan konvensional, merupakan lambang bunyi. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai ciri-ciri bahasa, yaitu (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu bersifat manusiawi.

1.        Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa (linguistik)
Linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistik berasal dari kata Latin lingua yang berarti bahasa. Orang yang ahli dalam ilmu linguistik disebut linguis. Ilmu linguistik sering juga disebut linguistik umum (general linguistic) karena tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja. Ilmu bahasa yang dipelajari saat ini bermula dari penelitian tentang bahasa sejak zaman Yunani (abad 6 SM). Secara garis besar studi tentang bahasa dapat dibedakan antara tata bahasa tradisional dan  linguistik modern.
a.        Tata Bahasa Tradisional
Pada zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa dan apa hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa adalah sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup segala segi kehidupan manusia, misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Tetapi mengenai hakikat bahasa – apakah bahasa mirip realitas atau tidak – mereka belum sepakat. Dua filsuf besar yang pemikirannya terus berpengaruh sampai saat ini adalah Plato dan Aristoteles.
Plato berpendapat bahwa bahasa adalah physei atau mirip realitas; sedangkan Aristoteles mempunyai pendapat sebaliknya yaitu bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip realitas kecuali onomatope dan lambang bunyi (sound symbolism). Perbedaan pendapat ini juga merambah ke masalah keteraturan (regular) atau ketidakteraturan (irregular) dalam bahasa. Kelompok penganut pendapat adanya keteraturan bahasa adalah kaum analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis; sedangkan kaum anomalis yang berpendapat adanya ketidakteraturan dalam bahasa mewarisi pandangan kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis mempengaruhi pengikut aliran Stoic. Kaum Stoic lebih tertarik pada masalah asal mula bahasa secara filosofis. Mereka membedakan adanya empat jenis kelas kata, yakni nomina, verba, konjungsi dan artikel.
Pada awal abad 3 SM studi bahasa dikembangkan di kota Alexandria yang merupakan koloni Yunani. Di kota itu dibangun perpustakaan besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan. Para ahli dari kota itu yang disebut kaum Alexandrian meneruskan pekerjaan kaum Stoic, walaupun mereka sebenarnya termasuk kaum analogis. Sebagai kaum analogis mereka mencari keteraturan dalam bahasa dan berhasil membangun pola infleksi bahasa Yunani. Apa yang dewasa ini disebut "tata bahasa tradisional" atau " tata bahasa Yunani" , penamaan itu tidak lain didasarkan pada hasil karya kaum Alexandrian ini. Salah seorang ahli bahasa bemama Dionysius Thrax merupakan orang pertama yang berhasil membuat aturan tata bahasa secara sistematis serta menambahkan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina dan preposisi terhadap empat kelas kata yang sudah dibuat oleh kaum Stoic.
Pengaruh tata bahasa Yunani sampai ke kerajaan Romawi. Para ahli tata bahasa Latin mengadopsi tata bahasa Yunani dalam meneliti bahasa Latin dan hanya melakukan sedikit modifikasi, karena kedua bahasa itu mirip. Tata bahasa Latin dibuat atas dasar model tata bahasa Dionysius Thrax. Minat meneliti bahasa-bahasa di Eropa sebenarnya sudah dimulai sebelum zaman Renaisans, antara lain dengan ditulisnya tata bahasa Irlandia (abad 7 M), tata bahasa Eslandia (abad 12), dan sebagainya. Pada masa itu bahasa menjadi sarana dalam kesusastraan, dan bila menjadi objek penelitian di universitas tetap dalam kerangka tradisional. Tata bahasa dianggap sebagai seni berbicara dan menulis dengan benar. Tugas utama tata bahasa adalah memberi petunjuk tentang pemakaian "bahasa yang baik" , yaitu bahasa kaum terpelajar. Petunjuk pemakaian "bahasa yang baik" ini adalah untuk menghindarkan terjadinya pemakaian unsur-unsur yang dapat "merusak" bahasa seperti kata serapan, ragam percakapan, dan sebagainya. Sampai menjelang zaman Renaisans, bahasa yang diteliti adalah bahasa Yunani, dan Latin.
Bahasa Latin mempunyai peran penting pada masa itu karena digunakan sebagai sarana dalam dunia pendidikan, administrasi dan diplomasi internasional di Eropa Barat. Pada zaman Renaisans penelitian bahasa mulai berkembang ke bahasa-bahasa Roman (bahasa Prancis, Spanyol, dan Italia) yang dianggap berindukkan bahasa Latin, juga kepada bahasa-bahasa yang nonRoman seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Swedia, dan Denmark.
b.        Linguistik Modern
Pada abad 19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan demikian dapat diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari bahasa moyang yang sama atau berasal dari bahasa proto yang sama sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan di antaranya. Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.
Untuk mengetahui hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode komparatif. Antara tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para ahli bahasa dari kelompok Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan antarbahasa berdasarkan metode komparatif.
Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa ini antara lain:
1.      Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik, Gaulis.
2.      Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3.      Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4.      Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5.      Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
6.      Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7.      Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8.      Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9.      Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10.  Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
11.  Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
12.  Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
13.  Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.
Ferdinand De Saussure seorang sarjana Swiss dianggap sebagai pelopor linguistik modern. Bukunya yang terkenal adalah Cours de linguistique generale (1916). Buku tersebut dianggap sebagai dasar linguistik modern. Beberapa istilah yang digunakan olehnya menjadi istilah yang digunakan dalam linguistik. Istilah tersebut adalah langue, language, dan parole. Keberhasilan kaum Junggramatiker merekonstruksi bahasa-bahasa proto di Eropa mempengaruhi pemikiran para ahli linguistik abad 20, antara lain Ferdinand de Saussure.
Sarjana ini tidak hanya dikenal sebagai bapak linguistik modern, melainkan juga seorang tokoh gerakan strukturalisme. Dalam strukturalisme bahasa dianggap sebagai sistem yang berkaitan (system of relation). Elemen-elemennya seperti kata, bunyi saling berkaitan dan bergantung dalam membentuk sistem tersebut.
Beberapa pokok pemikiran Saussure:
(1)   Bahasa lisan lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan hanya merupakan sarana yang mewakili ujaran.
(2)   Linguistik bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa tradisional. Para ahli linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana orang berbicara dan menulis dalam bahasanya, bukan memberi keputusan bagaimana seseorang seharusnya berbicara.
(3)   Penelitian bersifat sinkronis bukan diakronis seperti pada linguistik abad 19. Walaupun bahasa berkembang dan berubah, penelitian dilakukan pada kurun waktu tertentu.
(4)   Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang bersisi dua, terdiri dari signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Keduanya merupakan wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah, yang lain juga berubah.
(5)   Bahasa formal maupun nonformal menjadi objek penelitian.
(6)   Bahasa merupakan sebuah sistem relasi dan mempunyai struktur.
(7)   Dibedakan antara bahasa sebagai sistem yang terdapat dalam akal budi pemakai bahasa dari suatu kelompok sosial (langue) dengan bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya (parole).
Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.
Langue mengacu pada suatu sistem bahasa tertentu yang ada dalam benak seseorang yang disebut competence oleh Chomsky. Langue ini akan muncul dalam bentuk parole, yaitu ujaran yang diucapkan atau yang didengar oleh kita. Jadi, parole merupakan performance dari langue. Parole inilah yang dapat diamati langsung oleh para linguis. Sedangkan language adalah satu kemampuan berbahasa yang ada pada setiap, manusia yang sifatnya pembawaan. Pembawaan ini pun harus dikembangkan melalui stimulus-stimulus. Jika dikaitkan dengan istilah-istilah dari Ferdenand De Saussure, maka yang menjadi objek dalam linguistik adalah hal-hal yang dapat diamati dari bahasa yakni parole dan yang melandasinya yaitu langue.
Bagi linguis, pengetahuan yang luas tentang linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Seorang linguis dituntut untuk dapat menjelaskan berbagai gejala bahasa dan memprediksi gejala berikutnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra, linguistik akan membantu mereka dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik. Bagi guru bahasa pengetahuan tentang seluruh subdisiplin linguistik fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) akan sangat diperlukan. Sebagai guru bahasa, selain dituntut untuk mampu berbahasa dengan baik dan benar mereka juga dituntut untuk dapat menjelaskan masalah dan gejala-gejala bahasa. Pengetahuan tentang linguistik akan menjadi bekal untuk melaksanakan tugas tersebut.
Bagi penyusun kamus, pengetahuan tentang linguistik akan sangat membantu dalam menjalankan tugasnya. Penyusun kamus yang baik harus dapat memahami fonem-fonem bahasa yang akan dikamuskan, penulisan fonem tersebut, makna seluruh morfem yang akan dikamuskan, dan sebagainya. Para penyusur buku pelajaran tentu banyak membutuhkan konsep-konsep linguistik dalam benaknya. Buku pelajaran yang akan disusun harus menggunakan kalimat yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa yang akan membaca buku tersebut. Di samping itu mereka harus mampu menyajikan materi dengan kosakata dan kalimat yang tepat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Linguistik akan sangat bermanfaat bagi mereka.
Sebagai sebuah gejala yang kompleks, bahasa dapat diamati atau dikaji dari berbagai segi. Hal ini melahirkan berbagai cabang linguistik. Berdasarkan segi keluasan objek kajiannya, dapat dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus. Berdasarkan segi keluasan objek kajiannya, dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan diakronik. Berdasarkan bagian-bagian bahasa mana yang dikaji, dapat dibedakan adanya linguistik mikro dan makro yang sering juga diistilahkan dengan mikrolinguistik dan makrolinguistik. Berdasarkan tujuannya, dapat dibedakan antara linguistik teoritis dan linguistik terapan. Berdasarkan alirannya, linguislik dapat diklasifikasikan atas linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik trasformasional, linguistik generatif, linguistik relasional, dan linguistik sistemik. Di samping cabang-cabang linguistik di atas, Verhaar juga memasukkan pembahasan fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik sebagai cabang linguistik.
2.        Aliran-aliran Linguistik
Sejarah linguistik yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran linguistik yang pada akhirnya mempengaruhi pengajaran bahasa. Masing-masing aliran tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang bahasa sehingga melahirkan berbagai tata bahasa.
Aliran tradisional telah melahirkan sekumpulan penjelasan dan aturan tata bahasa yang dipakai kurang lebih selama dua ratus tahun lalu. Menurut para ahli sejarah, tata bahasa yang dilahirkan oleh aliran ini merupakan warisan dari studi preskriptif (abad ke 18). Studi preskriptif adalah studi yang pada prinsipnya ingin merumuskan aturan-aturan berbahasa yang benar.
Sejak tahun 1930-an sampai akhir tahun 1950-an aliran linguistik yang paling berpengaruh adalah aliran struktural. Tokoh linguis dari Amerika yang dianggap berperan penting pada era ini adalah Bloomfield. Linguistik Bloomfield berbeda dari yang lain. Dia melandasi teorinya berdasarkan psikologi behaviorisme. Menurut Behaviorisme ujaran dapat dijelaskan dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada di sekitar kejadiannya. Kelompok Bloomfield menyebut teori ini mechanism, sebagai kebalikan dari mentalism.
Bloomfield berusaha rnenjadikan linguistik sebagai suatu ilmu yang besifat empiris. Karena bunyi-bunyi ujaran merupakan fenomena yang dapat diamati langsung maka ujaran mendapatkan perhatian yang istimewa. Akibatnya, kaum strukturalis memberikan fokus perhatiannya pada fonologi, morfologi, sedikit sekali pada sintaksis, dan sama sekali tidak pada semantik. Pada tahun 1914 Bloomfield menulis buku An Introduction to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal Language yang didirikan oleh Linguistic Society of America tahun 1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan behaviorismenya tentang fakta bahasa, yakni stimulus-response atau rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957) dari Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui teknik drill.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis.
Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu.
Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.
Tata bahasa tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike, Bukunya yang terkenal adalah Linguage in Relation to a United Theory of The Structure of Human Behaviour (1954). Menurut aliran Ini, satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (bahasa Yunani yang berarti susunan). Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.
Linguistik transformasi melahirkan tata bahasa Transformational Generative Grammar yang sering disebut dengan istilah tata bahasa transformasi atau tata babasa generatif. Tokoh linguistik transformasi yang terkenal adalah Noam Comsky dengan bukunya Syntactic Structure (1957). Buku tersebut terus diperbaiki oleh Chomsky sehingga terlahir buku kedua yang berjudul Aspect of the Theory of Sintax.
Chomsky menyatakan bahwa setiap tata bahasa dari suatu bahasa merupakan teori dari bahasa itu sendiri. Syarat tata bahasa menurutnya adalah:
·         Pertama, kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahwa tersebut sebagai kalimal yang wajar dan tidak dibuat-buat.
·         Kedua, tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya harus sejajar dengan teori linguistik tertentu (Chaer, 1994).
Selain hal di atas konsep dari Chomsky yang populer hingga sekarang adalah istilah dan competence, dan performance. Competence adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya. Hal ini tersimpan dalam benak para pengguna bahasa. Sedangkan performance adalah penggunaan suatu bahasa dalam keadaan real (situasi sesungguhnya). Kedua konsep ini kiranya sejalan dengan konsep langue dan parole yang dikemukakan de Saussure.
Menurut teori semantik generatif, struktur sintaksis dan semantik dapat diteliti bersamaan karena keduanya adalah satu. Struktur semantik ini serupa dengan logika, berupa ikatan tidak berkala antara predikat dengan seperangkat argumen dalam suatu proposisi
Menurut teori ini argumen adalah segala sesuatu yang dibicarakan, predikat adalah semua yang menunjukkan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan, dan sebagainva. Jadi, dalam menganalisis sebuah kalimat, teori ini berusaha untuk menguraikannya lebih jauh sampai diperoleh predikat yang tidak dapat diuraikan lagi.
Charles J. Fillmore dalam buku The Case for Case tahun 1968 yang pertama kali memperkenalkan tata bahasa kasus. Dalam bukunya ini Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus (Chaer, 1994). Pengertian kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi label kasus. Dalam tata bahasa kasus dikenal istilah-istilah seperti agent (pelaku), experiencer (pengalami), object (objek, yang dikenai perbuatan), source (keadaan, tempat, waktu), goal (tujuan), dan referential (acuan).

3.        Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa

            Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.
a.        Fonetik
Walaupun dalam prinsip bahasa dapat menggunakan berbagai mode disamping bunyi untuk menyampaikan arti, misalnya sinyal visual dalam kasus bahasa tanda, dalam bahasa manusia kebanyakan diucapkan. Bunyi digunakan untuk mengkomunikasikan arti. Karakter yang dibicarakan dalam bahasa manusia bukan suatu kebetulan. Beberapa teori telah mengklaim bahwa menggunakan alat vokal untuk berbahasa membebaskan tangan manusia untuk terlibat dalam aktivitas lain dan memiliki survival value dalam evolusi ras ini. Hal yang menarik adalah orang-orang di seluruh dunia mengadopsi bahasa ucap, tetapi bahasa tanda hanya digunakan di lingkungan tertentu. Bunyi ucapan lebih penting dalam bahasa manusia. Studi tentang bahasa ucapan disebut fonetik.
Untuk mengkomunikasikan arti dengan suara, seluruh rantai aktivitas dilibatkan. Pertama, arti dikodekan kedalam suara yang diproduksi oleh pembicara dengan menggunakan mulut, lidah, bibir, dan alat artikulatori lainnya. Mereka ditransmisikan melalui udara untuk mencapai pendengar dan dirasakan oleh pendengar melalui proses auditori, terakhir ditranslasikan kembali menjadi sebuah arti. Studi tentang bunyi ucapan melibatkan tiga aspek: bagaimana suara dihasilkan, bagaimana suara ditransmisikan dan bagaimana suara dirasakan. Studi tentang menghasilkan bunyi ucapan adalah articulatory phonetic; studi tentang transmisi dan properti fisik bunyi ucapan, contohnya intensitas, frekuensi dan durasi, adalah acoustic phonetic; studi menanggapi bunyi ucapan adalah auditory phonetic.
Studi articulatory phonetic memiliki sejarah paling panjang diantara tiga cabang phonetic, dikarenakan fakta bahwa relatif mudah untuk mengobservasi proses artikulatori. Di abad ke-19, articulatory phonetic sudah dikembangkan dengan baik. Dalam musik popular My Fair Lady, berdasarkan Bernard Shaw’s Pygmalion, professor eksentrik, Higgins, diperagakan setelah fonetisian terkemuka Henry Sweet. Tetapi acoustic phonetic baru dikembangkan beberapa decade setelah itu. Bedanya dengan articulatory phonetic, acoustic phonetic didasari oleh banyaknya penggunaan instrumen canggih sama seperti studi akustik di fisika. Instrumen yang paling penting, spectrograph, ditemukan di tahun 40-an. Diantara tiga cabang fonetik, auditory phonetic adalah aspek yang paling mudah untuk dipahami, dikarenakan oleh jarak dalam pemahaman neurology dan persepsi.Studi articulatory phonetic memiliki tiga subbagian. Pertama, kita belajar artikulasi, contohnya produksi bunyi ucapan. Kedua, kita mendeskripsikan bunyi dalam cara yang dipahami oleh linguist lain. Ketiga, kita mengklasifikasikan eksposisi konsep dan prosedur yang terlibat dan rangkaian latihan untuk mendapatkan pengalaman.
Definisi Fonetik yaitu bidang studi yang mempelajari bunyi (fon / phone) tanpa memperhatikan fungsi bunyi itu sebagai pembeda makna, tidak ada semantic karena fon yang menjadi satuan dari fonetik tidak memiliki makna. Karena tidak obyek studinya, maka tentu saja tidak ada ilmunya.
Pada tataran fonologi atau fonemik pun tidak ada semantic karena walaupun fonem yang menjadi satuan dalam studi fonetik mempunyai fungsi untuk membedakan makna kata, tetapi fonem itu sendiri tidak bermakna. Verhaar (1978) membandingkan fonem sebagai garis-garis pemisah jalur di jalan raya. Garis itu memang mempunyai fungsi sebagai pemisah jalur kiri dan jalur kanan. Namun, garis itu sendiri tidak mempunyai arti, sebab dia dengan mudah dapat dilanggar.
Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan tepat.
Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik, departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, khususnya pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara tepat, seseorang dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa. Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia mengadakan kunjungan ke Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik, sehingga ia dapat memberikan pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat. Salah seorang pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional adalah Paus Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal tersebut berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum tentu, namun cukup belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi ratusan bahasa dengan tepat.
b.        Fonologi
Pengertian fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis ilmu bahasa secarea umum. Istilah fonologi berasal dari gabungan kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi.
Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.
Maksud dan makna fonologi adalah seperti yang berikut menurut kamus dewan, fonologi merupakan kajian tentang bunyi sebutan dalam sesuatu bahasa.(1996:354) Dalam Merriam Webster’s Collegaite Dictionanry tenth edition (1996:874) fonologi dihuraikan sebagai “the science of speech sounds including, especially the history and theory of sound changes in a language or in two or more related languages.Mengikut Kamus Linguistik (Harimurti Kridalaksana,1984:51) memberikan definisi fonologi se bagai bidang dalam linguistic yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa mengikut fungsinya.Kamus oxford Advanced Learner’s Dictionanry of Current English (1992:671) memberi pengertian fonologi sebagai “the study of the systems of speech sounds,especially in a particular language.Manakala kamus Chamber Family Dictionary (1990:572) menghuraikan fonologi sebagai “ the study of system of sounds in language and of the history of their changes
”Dalam Collins Shorter English Dictionary (1993:858) fonologi dikatakan “the study of the sound system of a language or of language in general.” The World Book Dictionary (1981:1567) menerangkan fonologi sebagai “ the system of sound used in language”.Dalam Ensyclpedia Amerikana (1994:959) fonologi diberi pengertian sebagai “the branch of linguistics or of grammar that deals with speech sound as they enter into the structure of language.”
Di samping itu juga definisi dan maksud fonologi juga didapati dan dipetik daripada pendapat beberapa orang sarjana bahasa. Mengikut Adrian Akmajian et al dalam bukunya Linguistik:Pengantar Bahasa dan Komunikasi terjemahan oleh Aishah Mahdi dan Azizah Hussien memberi pengertian tentang fonologi seperti yang berikut: “ Fonologi ialah subbidang linguistic yang mengkaji struktur dan pemolaan sistematik bunyi dalam bahasa manusia.Istilah fonologi digunakan dalam dua cara. Dari satu segi, fonologi sesuatu bahasa tertentu dan rumus yang maengawal penyebaran bunyi tersebut.

c.         Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
Dalam bahasa Indonesia, kata morfologi berasal dari kata morphology. Kata morphology merupakan kata asing yang mengalami pengondisian bahasa menjadi morfologi, bentukan kata ini berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan logi yang berarti ilmu. Jadi, morfologi menurut asal katanya adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk kata dari suatu bahasa.
Menurut Ramlan, (1978: 16) morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan (KBBI, 2007: 1260). Menurut Gorys Keraf, kata kerja (verba) adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata “dengan + kata sifat”. Kata kerja atau verba dibatasi sebagai berikut. Semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku digolongkan dalam kata kerja (Keraf, 1984: 64). Sedangkan menurut Alisjahbana (dalam Muslich, 2008: 110) kata kerja (verba) adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku.
Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran -­en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -­en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.

d.        Sintaksis
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, ajektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis.
Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi; bisa juga ditambah dengan konektor yang biasanya disebut konjungsi. Peran ketiga alat sintaksis itu tidak sama antara bahasa yang satu dengan yang lain.
Kata sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis. Kata sebagai pengisi satuan sintaksis, harus dibedakan adanya dua macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh adalah kata yang secara leksikal mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan. Yang termasuk kata penuh adalah kata-kata kategori nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia. Misalnya mesjid memiliki makna ‘ tempat ibadah orang Islam ’. Sedangkan kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak dapat berdiri sendiri. Yang termasuk kata tugas adalah kata-kata kategori preposisi dan konjungsi. Misalnya dan tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis untuk menggabungkan menambah dua buah konstituen.
Kata-kata yang termasuk kata penuh mempunyai kebebasan yang mutlak, atau hampir mutlak sehingga dapat menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan kata tugas mempunyai kebebasan yang terbatas, selalu terikat dengan kata yang ada di belakangnya (untuk preposisi), atau yang berada di depannya (untuk posposisi), dan dengan kata-kata yang dirangkaikannya (untuk konjungsi).
Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

e.         Semantik
Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai.
f.         Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.
Selanjutnya, pada tahun 1953, Michael West menyusun General Service List yang berisikan dua kelompok kata utama (masing-masing terdiri atas 1000 kata) yang diperlukan oleh pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa Inggris. Daftar tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas ternama yang memiliki jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari Victoria University or Wellington, berhasil menyelesaikan suatu proyek kosakata akademik yang dilakukan di semua fakultas di universitas tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu daftar kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks berbahasa Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya lainnya yang bersifat akademik.
            Proses penelitian hingga menjadi materi pelajaran atau buku bahasa Inggris yang bermanfaat hanya diketahui oleh ahli bahasa yang terkait, sedangkan pelajar bahasa dapat langung mempelajari dan memperoleh manfaatnya. Sama halnya dalam ilmu kedokteran, proses penelitian hingga menjadi obat yang bermanfaat hanya diketahui oleh dokter, sedangkan pasien dapat langsung menggunakannya dan memperoleh manfaatnya.

g.        Leksikografi
            Leksikografi adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai proses.
Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.
Saat ini, kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa orang mungkin secara sederhana akan menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup mudah dimengerti. Tidak banyak yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil analisis British National Corpus yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan dana universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar. Secara umum, definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat mudah dipahami oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya didefinisikan oleh sekelompok kosa kata inti. Bagaimana kosa-kata inti tersebut disusun? Tentu hanya ahli bahasa yang dapat menjelaskannya, sedangkan para sarjana dan pelajar dapat langsung saja menikmati dan menggunakan berbagai kamus Oxford yang ada dipasaran.
4.        Penutup
Salah satu buku awal yang menjelaskan mengenai ilmu bahasa adalah buku An Introduction to Linguistic Science yang ditulis oleh Bloomfield pada tahun 1914. Jurnal ilmiah internasional ilmu bahasa, yang berjudul International Journal of American Linguistics, pertama kali diterbitkan pada tahun 1917.
Ilmu bahasa terus berkembang dan semakin memainkan peran penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan semakin majunya program pascasarjana bidang linguistik di berbagai universitas terkemuka (UCLA, MIT, Oxford, dll). Buku-buku karya ahli bahasa pun semakin mendapat perhatian. Salah satu buktinya adalah buku The Comprehensive Grammar of the English Langauge, yang terdiri atas 1778 halaman, yang acara peluncurannya di buka oleh Margareth Thatcher, pada tahun 1985. Respon yang luar biasa terhadap buku tersebut membuatnya dicetak sebanyak tiga kali dalam tahun yang sama. Buku tata bahasa yang terbaru, The Cambridge Grammar of the English Language, tahun 2002, yang terdiri atas 1842 halaman, ditulis oleh para ahli bahasa yang tergabung dalam tim peneliti internasional dari lima negara.































Daftar Pustaka

  • Alwasilah, Chaedar. (1985). Linguistik Suatu Pengantar, Bandung: Angkasa.
  • -------------. (1993). Beberapa Madhab & Dikotomi Teori Linguistik, Bandung: Angkasa.
  • Chaer, Abdul. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Verharr, J. W.M. (1993). Pengantar Linguistik Yogyakarta: Gajah Mada University.
  • -------------. (1996). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University.
·         Robins, R.H. 1990. A Short History of Linguistics. London: Longman.
·         Fromkin, Victoria & Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (6th Edition). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.
·         Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford University Press.
·         Matthews, Peter. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford University Press.



.



Load disqus comments

0 comments