Analisis
Puisi “Siap-Sedia” karya Chairil Anwar
SIAP-SEDIA
Tanganmu nanti tegang kaku,
Jantungmu nanti berdebar berhenti,
Tubuhmu nanti mengeras batu,
Tapi kami sederap mengganti, terus
memahat ini tugu.
Matamu nanti kaca saja,
Mulutmu nanti habis bicara,
Darahmu nanti mengalir berhenti,
Terus berdaya ke Masyarakat Jaya.
Namamu nanti terbang hilang,
Langkahmu nanti enggan ke depan,
Tapi kami sederap mengganti,
Bersatu maju, ke Kemenangan.
Darah kami panas selama,
Badan kami tertempa baja,
Jiwa kami gagah perkasa,
Kami akan mewarna di angkasa,
Kami pembawa ke Bahgia nyata.
1.
LAPIS BUNYI/LAPIS SUARA
Lapis bunyi dalam sajak adalah semua satuan bunyi yang didasarkan atas konvensi bahasa tertentu. Lapis bunyi dalam puisi mempunyai tujuan untuk menciptakan efek puitis dan nilai seni. Mengingat Bunyi dalam sajak bersifat estetik yang berfungsi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Dengan kata lain bunyi juga memilki fungsi sebagai alat penyair untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya. Dalam sejarah puisi, bunyi pernah menjadi unsur kepuitisan yang paling dominan (utama) pada sastra Romantik (abad ke-18 dan 19.
Lapis bunyi dalam sajak adalah semua satuan bunyi yang didasarkan atas konvensi bahasa tertentu. Lapis bunyi dalam puisi mempunyai tujuan untuk menciptakan efek puitis dan nilai seni. Mengingat Bunyi dalam sajak bersifat estetik yang berfungsi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Dengan kata lain bunyi juga memilki fungsi sebagai alat penyair untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya. Dalam sejarah puisi, bunyi pernah menjadi unsur kepuitisan yang paling dominan (utama) pada sastra Romantik (abad ke-18 dan 19.
Dalam bait pertama sajak Siap sedia, terdapat kombinasi vokal (asonansi) bunyi a dan u: tanganmu, kaku, jantungmu, batu, tubuhmu, terus, maju.
Selain itu juga adanya aliterasi r:
berdebar,
berhenti, mengeras, sederap, terus.
Pada bait
kedua, adanya kombinasi bunyi-bunyi asonansi a, liquida r, l:
Matamu nanti kaca saja,
Mulutmu nanti habis bicara,
Darahmu nanti mengalir berhenti,
Terus berdaya ke Masyarakat Jaya.
Di bait
ketiga, adanya bunyi sengau m, n, ng:
Suaramu nanti diam ditekan,
Namamu nanti terbang hilang,
Langkahmu nanti enggan ke depan,
Tapi kami sederap mengganti,
Bersatu maju, ke Kemenangan.
Bait
keempat adanya asonansi bunyi a:
Darah kami panas selama,
Badan kami tertempa baja,
Jiwa kami gagah perkasa,
Kami akan mewarna di angkasa,
Kami pembawa ke Bahgia nyata.
Bait-bait
puisi di atas dikombinasi dengan bunyi asonansi a, u.
2.
LAPIS ARTI
Pada bait
pertama
“Tanganmu nanti tegang kaku” diceritakan bahwa angkatan para pejuang yang telah
gugur “Jantungmu nanti berdebar berhenti, Tubuhmu nanti mengeras batu, Tapi
kami sederap mengganti, terus memahat ini tugu” yaitu menceritakan jasa-jasa
mereka (pejuang) diabadikan dengan membuat tugu atau monumen sebagai tanda jasa
bagi mereka yang sudah berjuang di medan perang.
Bait kedua, “Matamu nanti kaca saja, Mulutmu nanti habis bicara, Darahmu
nanti mengalir berhenti” maksudnya, pahlawan yang berjuang pada zaman dulu
sudah tidak bisa lagi melihat kejayaan pada zaman sekarang, tidak bisa
berbicara apa-apa lagi, dan darah yang berhenti mengalir itu menandakan dia
sudah gugur di medan perang dan pada “Terus berdaya ke Masyarakat Jaya”
maksudnya kejayaan masyarakat pada zaman sekarang adalah hasil dari
perjuangannya dulu. Perjuangan mereka pada zaman dulu membawa kejayaan sampai
sekarang. Kejayaan di sini maksudnya adalah bebas dari penjajahan.
Bait
ketiga,
“Suaramu nanti diam ditekan, Namamu nanti terbang hilang” maksudnya, meskipun
suara pahlawan telah tiada dan tidak terdengar lagi, tetapi nama para pahlawan tersebut
tetap terukir menjadi pahlawan kemerdekaan. “Langkahmu nanti enggan ke depan, Tapi
kami sederap mengganti, Bersatu maju, ke Kemenangan” maksudnya, para generasi penerus pada zaman
sekarang akan meneruskan perjuangan mereka (pahlawan) dengan bersatu untuk maju
dan menuju kemenangan sesuai dengan perkembangan zaman.
Bait keempat, “Darah kami panas selama, Badan kami tertempa baja, Jiwa
kami gagah perkasa, Kami akan mewarna di angkasa, Kami pembawa ke Bahgia nyata”
maksudnya dengan jiwa dan semangat juang yang tinggi yang telah teruji akan
membawa kepada kebahagiaan yang nyata, yaitu kemerdekaanpada zaman sekarang.
3.
LAPIS KETIGA
Lapis berikutnya adalah lapis
ketiga. Lapisan ini muncul setelah menganalisis lapis artis arti. Wujud dari
lapis ketiga ialah objek-objek yang dikemukakan di dalam sajak, latar, pelaku
dan dunia pengarang. Dalam sajak Siap Sedia, lapis itu berupa:
a) Objek-objek yang dikemukakan:
tanganmu, jantungmu, tubuhmu, batu, tugu, matamu, mulutmu, darahmu, masyarakat,
kaca, suaramu, namamu, darah, badan, baja, angkasa, bahgia.
b) Pelaku atau tokoh: kami
c) Latar tempat: di angkasa
d) Dunia pengarang: cerita dan
peristiwa, yang merupakan dunia yang diciptakan oleh si pangarang.
Dan itu merupakan gabungan dan
jalinan antara objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, serta struktur
cerita, seperti:
Para pahlawan yang telah gugur dan
untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan nama mereka diabadikan, ada yang
dijadikan sebagai tugu, dan digunakan sebagai pengingat. Dan meskipun para
pahlawan telah tiada atau gugurkami siap untuk melanjutkan atau menggantikan
perjuangan beliau, yaitu dengan terus berupaya untuk mewujudkan masyarakat yang
merdeka. Dan bahkan, kami siap untuk menggantikan para pejuang pahlawan dengan
bersatu dan maju untuk kemenangan yaitu kemerdekaan RI. Segala kemampuan untuk
menggantikan para pejuang telah teruji dan tertempa. Kami akan mewujudkannya
dengan dengan membawa kebahagiaan yang nyata yaitu kemerdekaan RI.
4.
LAPIS KEEMPAT
Lapis keempat adalah lapis pembentuk makna dalam sajak, lapis ‘dunia’ yang tidak perlu dinyatakan, namun sudah ‘implisit’.
Dunia yang tidak perlu dinyatakan tetapi sudah implisit tampak sebagai berikut:
pada bait pertama, si kami memahat tugu yang dibuat untuk mengenang jasa para pahlawan. Di sini berarti selain mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di medan perang, kami juga meneruskan perjuangan sampai titik darah penghabisan untuk membela negara tercinta.
Lapis keempat adalah lapis pembentuk makna dalam sajak, lapis ‘dunia’ yang tidak perlu dinyatakan, namun sudah ‘implisit’.
Dunia yang tidak perlu dinyatakan tetapi sudah implisit tampak sebagai berikut:
pada bait pertama, si kami memahat tugu yang dibuat untuk mengenang jasa para pahlawan. Di sini berarti selain mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di medan perang, kami juga meneruskan perjuangan sampai titik darah penghabisan untuk membela negara tercinta.
Bait kedua, menyatakan bahwa
perjuangan para pahlawan dan penerusnya akan terus berjaya hingga sekarang yang
bebas dari penjajahan yaitu ditunjukkan pada kata terus berdaya ke Masyarakat
Jaya.
Bait ketiga, baris 4 dan 5 pada kata
kami sederap mengganti, bersatu maju ke kemenangan berarti si kami siap untuk
menggantikan posisi para pahlawan yang terus berjuang untuk menuju kemenangan.
Bait keempat, menyatakan bahwa si
kami akan membawa kebahagiaan yang nyata, kelihatan dari baris 5 pada kata-kata
kami pembawa ke bahgia nyata.
5.
LAPIS KELIMA
Dalam sajak ini, lapis kelima berupa pengungkapan tanda jasa para pahlawan kemerdekaan yang telah gugur. Dan nama-nama mereka tetap abadi. Dan sekarang para penerus yang melanjutkan perjuangan beliau dengan bersatu untuk mewujudkan kebehagiaan nyata yaitu mewujudkan masyarakat yang jaya atau merdeka.
Dalam sajak ini, lapis kelima berupa pengungkapan tanda jasa para pahlawan kemerdekaan yang telah gugur. Dan nama-nama mereka tetap abadi. Dan sekarang para penerus yang melanjutkan perjuangan beliau dengan bersatu untuk mewujudkan kebehagiaan nyata yaitu mewujudkan masyarakat yang jaya atau merdeka.
0 comments