Tuesday 16 May 2017

PRAGMATIK


PRAGMATIK

Linguistik sebagai ilmu kajian memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu di antaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji seluk-beluk bunyi-bunyi bahasa. Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk morfem dan penggabungannya untuk membentuk satuan lingual yang disebut kata polimorfemik. Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan satuan-satuan lingual yang berupa kata itu untuk membentuk satuan kebahasaan yang lebih besar, seperti frase, klausa, kalimat, dan wacana. Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna unit semantik yang terkecil yang disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalah maknayang berbentuk dari penggabungan satuan-satuan kebahasaan. Berbeda dengan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik yang mempelajari struktur bahasa secara internal, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Mengenai definisi pragmatik ini ada baiknya disimak kutipan di bawah :
   Semantik dan pragmatik adalah cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual, hanya saja semantik mempelajari makna secara internal, sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal. Kata bagus secara internal bermakna ‘baik’ atau ‘tidak buruk’, dan kata presiden secara internal bermakna ‘kepala negara’, seperti kalimat (1) dan (2) di bawah ini :
(1)   Prestasi kerjanya yang bagus membuat ia dapat diangkat untuk masa jabatan yang kedua.
(2)   Presiden itu sedang menuruni tangga pesawat.
Secara eksternal, bila dilihat dari penggunaannya, kata bagus tidak selalu bermakna ‘baik’ atau ‘tidak buruk’. Begitu pula  presiden tidak selalu bermakna ‘kepala negara’ seperti terlihat dalam dialog (3) dan kalimat sebagai berikut :
(3)   Ayah  : Bagaimana ujian matematikamu ?
Anton : Wah, hanya dapat 45, Pak.
Ayah  : Bagus, besok jangan belajar. Nonton terussaja.
(4)   Awas presidennya datang !
Kata bagus dalam (3) tidak bermakna ‘baik’ atau ‘tidak buruk’, tetapi sebaliknya. Sementara itu, bila kalimat (4) digunakaan untuk menyindir, kata presiden dalam kalimat (4) tidak bermakna ‘kepala negara’, tetapi bermakna’seseorang yang secara ironis pantas mendapatkan sebutan itu’.
Sehubungan dengan keterikatan konteks ini tidak hanya bagus dalam dialog (3) bermakna ‘buruk’, tetapi besok jangan belajar dan Nonton terus saja juga bermakna’besok rajin-rajinlah belajar’ dan hentikan hobi menontonmu’. Dengan demikian semantik bersifat bebas konteks, sedangakan pragmatik bersifat terikat konteks (Kaswanti Purwo, 1990:16).
Makna yang menjadi kajian semantik adalah makna linguistik (linguistic meaning) atau makna semantik (semantic sense), sedangkan yang dikaji oleh pragmatik adalah maksud penutur (speaker meaning) atau (speaker sense) (Periksa Verhaar, 1977; Parker, 1986: 32).
Sejarah dan Latar Belakang
Linguistik pada era Bloomfield dan para pengikutnya berarti fonetik,fonemik, atau sedikit lebih jauh morfologi. Sintaksis pada masa ini dipandang sebagai sesuatu yang abstrak yang jauh berada di luar jangkauan penelitian mereka. Kesemuaan ini berubah setelah Comsky pada akhir tahun 1950-an menemukan sentralitassintaksis dalamkajian bahasa. Akan tetapi, seperti halnya kaum strukturalis, dia memandang makna sebagai sesuatu yang terlalu rumit untuk dianalisis.
Pada awal tahun 1960-an Katz bersama kawan-kawannya mulai menemukan cara mengintegrasikan makna dalam teori linguistik. Mulai tahun-tahun ini keberadaan semantik diperhitungkan oleh para ahli bahasa. Kemudian Lakoff dan Ross pada 1971 menandakan bahwa sintaksis tidak dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa (Leech, 1983: 2; Kaswanti Purwo, 1990: 10).
Firth mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks situasi yang meliputi partisipasi, tidakan partisipasi (baik tindak verbal maupun non verbal), halliday memandang studi  bahasa sebagai kajian tentang sistem tanda. Sebagai salah satu system tanda, menurutnya bahas adalah system makna yang membentuk buadaya manusia. System makna ini berkaitan dengan struktur social masyarakat. Kata-kata atau secara lebih luas bahasa yang digunakan oleh manusia memperoleh maknanya dari aktivitas-aktivitas yang merupakan kegiatan sosial dengan perantara-perantara dan tujuan-tujuan yang bersifat sosial juga (Hilladay & Hasan, 1985).
Perbedaan Titik Sorot Keberatan Pragmatik dan Sosialinguistik Terhadap Linguistik Struktural.
Pragmatik dan sosiolinguistik adalah dua cabang ilmu bahasa yang muncul akibat adanaya ketidakpuasan terhadap penanganan bahasa yang terlalu bersifat formal yang dilakukan oleh kaum strukturalis.
Yang menjadi keberatan kaum pragmatisi adalah anasilis-analisis kaum structural yang semata-mata berorientasi pada bentuk, tanpa mempertimbangkan bahwa satuan-satuan itu sebenarnya hadir dalam konteks, baik konteks yang bersifat lingual (co-text) maupun konteks yang bersifat ekstralingual yang berupa seting spatial dan temporal. Diabaikannya konteks tuturan menyebabkan aliran structural gagal menjelaskan berbagai masalah kebahsaan. Satu diantaranya adalah masalah kalimat anomaly (CF.fromkin & Rodman, 1990,190)
Kalimat anomaly adalah kalimat yang secara kategorial gramatikal, tetapi secara semantic melanggar kaidah kolokasi. Dengan kata lain, kalimat anomaly mematuhi kaidah leksemik, tetapi melanggar kaidah sememik (lamb, 1969),

Contoh
(5)   Jono dipermainkan Bola
Kalimat (5) secara structural tidak benar (nonsense) karena hanya Jono yang mungkin mempermainkan bola, sedangkan bola tidak dapat mempermainkan Jono. Jadi, di dalam bahasa Indonesia secara formal kalimat (6) dan (7) yang dapat diterima bukan kalimat (5)
(6)   Jono mempermainkan bola
(7)   Bola dipermaikan (oleh) Jono.
Sementara itu, yang dirasakan memberatkan oleh kaum sosiolinguis adalah konsep masyarakat homogeny (momogenous speech community) yang dipandang terlalu abstrak dan ideal (Wardaugh, 1986, 113)
Situasi Tutur
Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan, Leech (1983) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek itu adalah:
1.      Penutur dan lawan tutur
Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dsb.
2.      Konteks tuturan
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan yang dipahami yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.
3.      Tujuan tuturan
Di dalam pragmatik berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities). Bentuk-bentuk tuturan pagi, selamat pagi, dan mat pagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, yakni menyapa lawan bicara yang dijumpai pada pagi hari. Selain itu, Selamat pagi dengan berbagai variasinya bila diucapkan dengan nada tertentu, dan situasi yang berbeda-beda dapat pula digunakan untuk mengejek guru yang terlambat masuk kelas, atau kolega yang terlambat datang kepertemuan, dsb.
4.      Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas
Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proporsi dalam studi semantik, dsb., pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.
5.      Tuturansebagaiproduktindak verbal
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, sepeti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur.Oleh karena itu, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Sebagai contoh kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang? Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini dapat ditegaskan ada perbedaan mendasar antara kalimat (sentence) dengan tuturan (utterance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi tertentu.

PerbedaanAnalisisLinguistikStrukturaldenganAnalisisPragmatik
            Yang menjadi pusat perhatian kajianl inguistik struktural adalah bentuk-bentuk lingual tanpa secara sadar mempertimbangkan situasi tuturan senhingga analisisnya dikatakan bersifat formal. Sementaraitu, yang menjadi pusat pengkajian pragmatik adalah makasud pembicaraan yang secara tersurat ata utersiral dibalik tuturan yang dianalisis.
Akhirnya, Hm!  Kalimat seru yang hanya terdiri dari iterjeksi. Selanjutnya analisis gramatikal secara formal semacam ini tentunya tidak akan dapat menagkap maksud penulisan wacana iklan itu. Untuk ini analisis dengan pendekatan pragmatik dapat melengkapinya.
Analisis pragmatik yang memepertimbangkan situasi tutur akan sampai pada kesimpulan bahwa penulisan wacana di atas terkandung maksud  untuk mengatakan secara tidak langsung bahwa nasi goreng dengan bumbu masak Kokita sangat enak.
Dari uraian di atas terlihat wacana iklan yang disusun secara tidak konvensional itu dipandang lebih efektif dibandingkan dengan wacana iklan konvensional yang enuh dengan ungkapan superlatif, metaforis, hiperbolis, dan permainan kata yang serupa (Wijana, 1989, passim;  Zainudin, 1994, passim; Sudiasih, 1995, passim). Jadi, jawaban Nasi goreng Kokita yang diungkapkan oleh tahanan bukanlah sekedar informasi biasa, tetapi informasi yang memiliki daya persuasi yang kuat.
Tindak Tutur
Searle di dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language (1969, 23-24) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak Lokusi (locutionary act), tindak Ilokusi (ilocutionaryact), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).


Tindak Lokusi
Tindak Lokusi adalah tindak tutur untuk  menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai  The Act of Saying Something. Sebagai contoh adalah kalimat di bawah ini:
1.      Ikan paus adalah binatang menyususi.
2.      Jari tangan jumlahnya lima.
3.      Fak. Sastra adakan Lokakarya Pelayanan Bahasa Indonesia. Guna memberikan pelayanan penggunaan bahasa Indonesia, Fakultas Sastra UGM baru-baru ini menyelenggarakan Lokakarya Pelayanan Bahasa Indonesia. Tampil sebagai pembicara dalam acara tersebut Drs.R. Suhardi dan Dra. Widya Kirana, M.A. Sebagai pesertanya antara lain  pengajar LBIFL dan staf jurusan Sasrtra Indonesia.
Kalimat 1 dan 2 diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk memepengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang dituturkan adalah termasuk jenis binatang apa ikan paus itu, dan berapa jumlah jari tangan. Seperti halnya kalimat 1 dan 2, kalimat 3 juga cenderung diutarakan untuk menginformasikan sesuatu, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh Fakultas Sastra UGM. Dalam hal ini memang tidak tertutup kemungkinan terdapatnya daya ilokusi dan perlokusi dalam wacana. Akan tetapi, kadar daya lokusinya jauh lebih dominan atau menonjol.
Bila diamati secara seksama konsep lokusi itu adalah konsep yang berkaitan dengan preposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai satu satuan yang terdiri dari dua unsur, yaitu subjek/topik dan predikat/comment (Nababan, 1987, 4). Lebih jauh tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif paling mudah untuk diidentifikasi karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang  tercakup dalam situasi tutur dalam bab 2 di atas. Jadi, dari perspektif pragmatik tindak lokusi sebenarnya tidak atau kurang begitu penting peranannya untuk memahami tindak tutur (Parker, 1986, 15).
Tindak Ilokusi
Sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukann sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak ilokusi. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Contoh kalimat ilokusi adalah sebagai berikut:
1.      Saya tidak dapat datang.
2.      Ada anjing gila.
Kalimat di atas cenderung tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara seksama.
Ari, hal.19-22
(25)  Ujian sudah dekat
(26)  Rambutmu sudah panjang
Kalimat (23) bila diutarakan pada seseorang yang baru saja merayakan ulang tahun, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tapi juga uran sesuatu yaitu permintaan maaf. Kalimat (24) yang biasa ditemui di pintu pagar atau di bagian depan rumah pemilik anjing tidak hanya berfungsi mambawa informasi, tapi untuk memberi peringatan. Kalimat (25) ini mungkin dimaksud untuk menasihati agar lawan tutur tidak hanya berpergian menghabiskan waktu secara sia-sia. Wacana (26), bila diucapkan oleh seorang laki-laki kepada pacarnya, mungkinakan berfungsi untuk menyatakan kekaguman atau kegembiraan. Namun sebaliknya, jika diucapkan oleh seorang istri kepada suaminya.
Jelaslah bahwa tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tidak tutur itu terjadi, dan sebagainya.Dengan demikian tindak ilokusi meruapakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.

Tindak Perlokusi
Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendegarkannya. Efeknya dapat dengan sengaja atau tidak senagaja dikreasikan penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksud untuk mempengaruh lawan tutur tersebut dengan tindak perlokusi atau disebut the act of affecting someone.
Contoh
Rumahnya jauh
Bila diutarakan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak lokusi untuk memohon maaf dan perlokusi atau efek yang diharapkan adalah orang yang mengundang dapat memakluminya.
            Dengan uraian di atas secara relatif  lebih mudah dapat diketahui bahwa wacana di bawah ini tidak semata mengandung lokusi tetapi juga ilokusi, bahkan perlokusi sebagai maksud pengutaraannya yang utama.
Contoh
Baru-baru ini Wali kota telah membuka Kurnia Department store yang letaknya di pusat perbelanjaan dengan tempat parker yang cukup luas.

            Wacana tersebut disusun bukan semata-mata untuk memberitakan sesuatu, tetapi secara tidak langsung merupakan undangan atau ajakan untuk berbelanja di tempat tersebut. Letak perbelanjaan yang strategi dengan tempat parker yang luas diharapkan memiliki efek untuk membujuk para pembacanya.
Tersebar berbagai bentuk wacana iklan seperti wacana iklan yang diutarakan dengan bentuk berita. Wijana (1995, passim) menyebutkan wacana iklan demikian sebagai wacana berita provokatif. Jadi secara sepintas wacana itu merupakan berita, tetapi bila dicermati daya ilokusi dan perlokusinya sangat besar.
Contoh
Kunjungilah restoran Oshin!
Tersedia bermacam-macam masakan Jepang, Cina, dan Eropa.
Tempat ideal untuk bersantai bersama keluarga, handaitaulan, dan rekan sekerja Anda. Dijamin halal.
Load disqus comments

0 comments