PRAGMATIK
Linguistik
sebagai ilmu kajian memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu di antaranya
adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Fonologi adalah
cabang ilmu bahasa yang mengkaji seluk-beluk bunyi-bunyi bahasa. Morfologi adalah
cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk morfem dan penggabungannya
untuk membentuk satuan lingual yang disebut kata polimorfemik. Sintaksis adalah
cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan satuan-satuan lingual yang berupa
kata itu untuk membentuk satuan kebahasaan yang lebih besar, seperti frase,
klausa, kalimat, dan wacana. Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah
makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Makna
leksikal adalah makna unit semantik yang terkecil yang disebut leksem,
sedangkan makna gramatikal adalah maknayang berbentuk dari penggabungan
satuan-satuan kebahasaan. Berbeda dengan fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik yang mempelajari struktur bahasa secara internal, pragmatik adalah cabang
ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana
satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Mengenai definisi
pragmatik ini ada baiknya disimak kutipan di bawah :
(1) Prestasi
kerjanya yang bagus membuat ia dapat
diangkat untuk masa jabatan yang kedua.
(2) Presiden
itu sedang menuruni tangga pesawat.
Secara
eksternal, bila dilihat dari penggunaannya, kata bagus tidak selalu bermakna ‘baik’ atau ‘tidak buruk’. Begitu
pula presiden
tidak selalu bermakna ‘kepala negara’ seperti terlihat dalam dialog (3) dan
kalimat sebagai berikut :
(3) Ayah : Bagaimana ujian matematikamu ?
Anton : Wah, hanya
dapat 45, Pak.
Ayah : Bagus,
besok jangan belajar. Nonton terussaja.
(4) Awas
presidennya datang !
Kata
bagus dalam (3) tidak bermakna ‘baik’ atau ‘tidak buruk’, tetapi sebaliknya.
Sementara itu, bila kalimat (4) digunakaan untuk menyindir, kata presiden dalam kalimat (4) tidak
bermakna ‘kepala negara’, tetapi bermakna’seseorang yang secara ironis pantas
mendapatkan sebutan itu’.
Sehubungan
dengan keterikatan konteks ini tidak hanya bagus dalam dialog (3) bermakna
‘buruk’, tetapi besok jangan belajar
dan Nonton terus saja juga
bermakna’besok rajin-rajinlah belajar’ dan hentikan hobi menontonmu’. Dengan
demikian semantik bersifat bebas konteks, sedangakan pragmatik bersifat terikat
konteks (Kaswanti Purwo, 1990:16).
Makna
yang menjadi kajian semantik adalah makna linguistik (linguistic meaning) atau makna semantik (semantic sense), sedangkan yang dikaji oleh pragmatik adalah maksud
penutur (speaker meaning) atau (speaker sense) (Periksa Verhaar, 1977;
Parker, 1986: 32).
Sejarah dan Latar
Belakang
Linguistik
pada era Bloomfield dan para pengikutnya berarti fonetik,fonemik, atau sedikit
lebih jauh morfologi. Sintaksis pada masa ini dipandang sebagai sesuatu yang
abstrak yang jauh berada di luar jangkauan penelitian mereka. Kesemuaan ini
berubah setelah Comsky pada akhir tahun 1950-an menemukan sentralitassintaksis
dalamkajian bahasa. Akan tetapi, seperti halnya kaum strukturalis, dia
memandang makna sebagai sesuatu yang terlalu rumit untuk dianalisis.
Pada
awal tahun 1960-an Katz bersama kawan-kawannya mulai menemukan cara mengintegrasikan
makna dalam teori linguistik. Mulai tahun-tahun ini keberadaan semantik
diperhitungkan oleh para ahli bahasa. Kemudian Lakoff dan Ross pada 1971
menandakan bahwa sintaksis tidak dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa
(Leech, 1983: 2; Kaswanti Purwo, 1990: 10).
Firth
mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan
konteks situasi yang meliputi partisipasi, tidakan partisipasi (baik tindak
verbal maupun non verbal), halliday memandang studi bahasa sebagai kajian tentang sistem tanda.
Sebagai salah satu system tanda, menurutnya bahas adalah system makna yang
membentuk buadaya manusia. System makna ini berkaitan dengan struktur social
masyarakat. Kata-kata atau secara lebih luas bahasa yang digunakan oleh manusia
memperoleh maknanya dari aktivitas-aktivitas yang merupakan kegiatan sosial
dengan perantara-perantara dan tujuan-tujuan yang bersifat sosial juga
(Hilladay & Hasan, 1985).
Perbedaan Titik Sorot
Keberatan Pragmatik dan Sosialinguistik Terhadap Linguistik Struktural.
Pragmatik
dan sosiolinguistik adalah dua cabang ilmu bahasa yang muncul akibat adanaya
ketidakpuasan terhadap penanganan bahasa yang terlalu bersifat formal yang
dilakukan oleh kaum strukturalis.
Yang
menjadi keberatan kaum pragmatisi adalah anasilis-analisis kaum structural yang
semata-mata berorientasi pada bentuk, tanpa mempertimbangkan bahwa
satuan-satuan itu sebenarnya hadir dalam konteks, baik konteks yang bersifat
lingual (co-text) maupun konteks yang bersifat ekstralingual yang berupa seting
spatial dan temporal. Diabaikannya konteks tuturan menyebabkan aliran
structural gagal menjelaskan berbagai masalah kebahsaan. Satu diantaranya
adalah masalah kalimat anomaly (CF.fromkin & Rodman, 1990,190)
Kalimat
anomaly adalah kalimat yang secara kategorial gramatikal, tetapi secara
semantic melanggar kaidah kolokasi. Dengan kata lain, kalimat anomaly mematuhi
kaidah leksemik, tetapi melanggar kaidah sememik (lamb, 1969),
Contoh
(5) Jono
dipermainkan Bola
Kalimat
(5) secara structural tidak benar (nonsense) karena hanya Jono yang mungkin
mempermainkan bola, sedangkan bola tidak dapat mempermainkan Jono. Jadi, di
dalam bahasa Indonesia secara formal kalimat (6) dan (7) yang dapat diterima
bukan kalimat (5)
(6) Jono
mempermainkan bola
(7) Bola
dipermaikan (oleh) Jono.
Sementara
itu, yang dirasakan memberatkan oleh kaum sosiolinguis adalah konsep masyarakat
homogeny (momogenous speech community) yang dipandang terlalu abstrak dan ideal
(Wardaugh, 1986, 113)
Situasi Tutur
Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh
penuturan sebuah tuturan, Leech (1983) mengemukakan sejumlah aspek yang
senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek itu adalah:
1.
Penutur dan lawan
tutur
Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis
dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek
yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang
sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dsb.
2.
Konteks tuturan
Konteks tuturan
penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Di dalam pragmatik
konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan yang
dipahami yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.
3.
Tujuan tuturan
Di dalam pragmatik
berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities). Bentuk-bentuk
tuturan pagi, selamat pagi, dan mat pagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud
yang sama, yakni menyapa lawan bicara yang dijumpai pada pagi hari. Selain itu,
Selamat pagi dengan berbagai variasinya bila diucapkan dengan nada tertentu,
dan situasi yang berbeda-beda dapat pula digunakan untuk mengejek guru yang
terlambat masuk kelas, atau kolega yang terlambat datang kepertemuan, dsb.
4.
Tuturan sebagai
bentuk tindakan atau aktivitas
Bila
gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak,
seperti kalimat dalam studi sintaksis, proporsi dalam studi semantik, dsb., pragmatik
berhubungan dengan tindak verbal yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam
hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret
dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas
penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.
5.
Tuturansebagaiproduktindak
verbal
Tuturan
yang digunakan di dalam rangka pragmatik, sepeti yang dikemukakan dalam
kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur.Oleh karena itu, tuturan
yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Sebagai contoh kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang? Dapat
ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini dapat
ditegaskan ada perbedaan mendasar antara kalimat (sentence) dengan tuturan
(utterance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang
diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi tertentu.
PerbedaanAnalisisLinguistikStrukturaldenganAnalisisPragmatik
Yang menjadi pusat perhatian kajianl
inguistik struktural adalah bentuk-bentuk lingual tanpa secara sadar
mempertimbangkan situasi tuturan senhingga analisisnya dikatakan bersifat
formal. Sementaraitu, yang menjadi pusat pengkajian pragmatik adalah makasud
pembicaraan yang secara tersurat ata utersiral dibalik tuturan yang dianalisis.
Akhirnya,
Hm!
Kalimat seru yang hanya terdiri dari iterjeksi. Selanjutnya analisis
gramatikal secara formal semacam ini tentunya tidak akan dapat menagkap maksud
penulisan wacana iklan itu. Untuk ini analisis dengan pendekatan pragmatik
dapat melengkapinya.
Analisis
pragmatik yang memepertimbangkan situasi tutur akan sampai pada kesimpulan
bahwa penulisan wacana di atas terkandung maksud untuk mengatakan secara tidak langsung bahwa
nasi goreng dengan bumbu masak Kokita sangat enak.
Dari
uraian di atas terlihat wacana iklan yang disusun secara tidak konvensional itu
dipandang lebih efektif dibandingkan dengan wacana iklan konvensional yang enuh
dengan ungkapan superlatif, metaforis, hiperbolis, dan permainan kata yang
serupa (Wijana, 1989, passim; Zainudin, 1994, passim; Sudiasih, 1995, passim).
Jadi, jawaban Nasi goreng Kokita yang
diungkapkan oleh tahanan bukanlah sekedar informasi biasa, tetapi informasi
yang memiliki daya persuasi yang kuat.
Tindak Tutur
Searle
di dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language (1969,
23-24) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis
tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak Lokusi (locutionary act), tindak Ilokusi (ilocutionaryact), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).
Tindak Lokusi
Tindak
Lokusi adalah tindak tutur untuk
menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying Something. Sebagai contoh
adalah kalimat di bawah ini:
1. Ikan
paus adalah binatang menyususi.
2. Jari
tangan jumlahnya lima.
3. Fak.
Sastra adakan Lokakarya Pelayanan Bahasa Indonesia. Guna memberikan pelayanan
penggunaan bahasa Indonesia, Fakultas Sastra UGM baru-baru ini menyelenggarakan
Lokakarya Pelayanan Bahasa Indonesia. Tampil sebagai pembicara dalam acara
tersebut Drs.R. Suhardi dan Dra. Widya Kirana, M.A. Sebagai pesertanya antara
lain pengajar LBIFL dan staf jurusan
Sasrtra Indonesia.
Kalimat
1 dan 2 diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu
tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk memepengaruhi lawan
tuturnya. Informasi yang dituturkan adalah termasuk jenis binatang apa ikan
paus itu, dan berapa jumlah jari tangan. Seperti halnya kalimat 1 dan 2,
kalimat 3 juga cenderung diutarakan untuk menginformasikan sesuatu, yaitu
kegiatan yang dilakukan oleh Fakultas Sastra UGM. Dalam hal ini memang tidak
tertutup kemungkinan terdapatnya daya ilokusi dan perlokusi dalam wacana. Akan
tetapi, kadar daya lokusinya jauh lebih dominan atau menonjol.
Bila
diamati secara seksama konsep lokusi itu adalah konsep yang berkaitan dengan
preposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai satu
satuan yang terdiri dari dua unsur, yaitu subjek/topik dan predikat/comment
(Nababan, 1987, 4). Lebih jauh tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif
paling mudah untuk diidentifikasi karena pengidentifikasiannya cenderung dapat
dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur dalam bab 2 di
atas. Jadi, dari perspektif pragmatik tindak lokusi sebenarnya tidak atau
kurang begitu penting peranannya untuk memahami tindak tutur (Parker, 1986,
15).
Tindak Ilokusi
Sebuah
tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat
juga dipergunakan untuk melakukann sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur
yang terbentuk adalah tindak ilokusi. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of
Doing Something. Contoh kalimat ilokusi adalah sebagai berikut:
1. Saya
tidak dapat datang.
2. Ada
anjing gila.
Kalimat di atas cenderung tidak
hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu
sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara seksama.
Ari, hal.19-22
(25) Ujian sudah dekat
(26) Rambutmu sudah panjang
Kalimat (23)
bila diutarakan pada seseorang yang baru saja merayakan ulang tahun, tidak
hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tapi juga uran sesuatu yaitu
permintaan maaf. Kalimat (24) yang biasa ditemui di pintu pagar atau di bagian
depan rumah pemilik anjing tidak hanya berfungsi mambawa informasi, tapi untuk
memberi peringatan. Kalimat (25) ini mungkin dimaksud untuk menasihati agar
lawan tutur tidak hanya berpergian menghabiskan waktu secara sia-sia. Wacana
(26), bila diucapkan oleh seorang laki-laki kepada pacarnya, mungkinakan
berfungsi untuk menyatakan kekaguman atau kegembiraan. Namun sebaliknya, jika
diucapkan oleh seorang istri kepada suaminya.
Jelaslah bahwa
tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan
siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tidak tutur itu terjadi, dan
sebagainya.Dengan demikian tindak ilokusi meruapakan bagian sentral untuk
memahami tindak tutur.
Tindak
Perlokusi
Sebuah tuturan
yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek
bagi yang mendegarkannya. Efeknya dapat dengan sengaja atau tidak senagaja
dikreasikan penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksud untuk
mempengaruh lawan tutur tersebut dengan tindak perlokusi atau disebut the act of affecting someone.
Contoh
Rumahnya jauh
Bila diutarakan oleh seseorang yang
tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat
ini merupakan tindak lokusi untuk memohon maaf dan perlokusi atau efek yang
diharapkan adalah orang yang mengundang dapat memakluminya.
Dengan
uraian di atas secara relatif lebih mudah dapat diketahui bahwa wacana di
bawah ini tidak semata mengandung lokusi tetapi juga ilokusi, bahkan perlokusi
sebagai maksud pengutaraannya yang utama.
Contoh
Baru-baru ini Wali kota telah
membuka Kurnia Department store yang letaknya di pusat perbelanjaan dengan
tempat parker yang cukup luas.
Wacana
tersebut disusun bukan semata-mata untuk memberitakan sesuatu, tetapi secara
tidak langsung merupakan undangan atau ajakan untuk berbelanja di tempat
tersebut. Letak perbelanjaan yang strategi dengan tempat parker yang luas
diharapkan memiliki efek untuk membujuk para pembacanya.
Tersebar
berbagai bentuk wacana iklan seperti wacana iklan yang diutarakan dengan bentuk
berita. Wijana (1995, passim) menyebutkan wacana iklan demikian sebagai wacana
berita provokatif. Jadi secara sepintas wacana itu merupakan berita, tetapi
bila dicermati daya ilokusi dan perlokusinya sangat besar.
Contoh
Kunjungilah restoran Oshin!
Tersedia bermacam-macam masakan
Jepang, Cina, dan Eropa.
Tempat ideal untuk bersantai
bersama keluarga, handaitaulan, dan rekan sekerja Anda. Dijamin halal.
0 comments