HERMENEUTIK
LATAR
BELAKANG LAHIRNYA PENDEKATAN HERMENEUTIK
Disepanjang
sejarahnya, hermeneutika secara sporadis muncul dan berkembang sebagai teori
interpretasi. Ketika setiap orang menuntut kebutuhan akan kepuasan fungsi
otaknya dalam mencapai sesuatu yang ada disekelilingnya, ini berarti bahwa otak
selalu bertanya-tanya dan aktif menafsirkan apa yang diterimanya, termasuk
interaksi sesama manusia lewat bahasa yang memerlukan penafsiran plural. Proses
tafsir dalam diri manusia akan terus berlangsung selama ia hidup. Melalui
bahasalah pengalaman itu bisa digeneralisasikan ke setiap manusia.
Richard
Palmer (2003:15-36) menyatakan ada tiga bentuk arti dari hermeneuein yaitu
hermeneuein sebagai “mengatakan”, yang merupakan signifikansi teologis
hermeneutika merupakan etimologi yang berbeda yang mencatat bahwa bentuk dari herme
berasal dari bahasa Latin sermo, “to say” (menyatakan), dan
bahasa Latin lainnya verbum, “word” (kata). Ini mengasumsikan
bahwa utusan, didalam memberitakan kata, adalah “mengumumkan” dan “menyatakan”.
Lalu hermeneuein sebagai “to explain”, interpretasi sebagai
penjelasan menekankan aspek pemahaman diskursif, ia menitikberatkan pada
penjelasan ketimbang dimensi interpretasi akspresif. Dan terakhir hermeneuein
sebagai “to translate”, yang mempunyai dimensi “to
interpret” (menafsirkan) bermakna “to translate” (menerjemahkan),
yang merupakan bentuk khusus dari proses interpretatif dasar “membawa sesuatu
untuk dipahami”. Jadi ketika suatu teks berada dalam bahasa pembaca, benturan
antara dunia teks dengan pembaca itu sendiri dapat menjauhkan perhatian.
KEUNGGULAN PENDEKATAN HERMENEUTIK
Kelebihan teori ini ialah memberikan
interpretasi yang terhadap kajian dalam teks sastra secara terus-menerus karena
interpretasi terhadap teks itu sebenarnya tidak pernah tuntas dan selesai. Setiap teks sastra senantiasa terbuka
untuk diinterpretasi terus-menerus. Proses pemahaman dan interpretasi teks
bukanlah merupakan suatu upaya menghidupkan kembali atau reproduksi, melainkan
upaya rekreatif dan produktif. Konsekuensinya, maka peran subjek sangat
menentukan dalam interpretasi teks sebagai pemberi makna. Oleh karena itu,
kiranya penting menyadari bahwa interpreter harus dapat membawa aktualitas
kehidupannya sendiri secara intim menurut pesan yang dimunculkan oleh objek
tersebut kepadanya.
KELEMAHAN
PENDEKATAN HERMENEUTIK
Kekurangan teori ini adalah objektifitas teori ini diragukan
karena terjadi subjektifitas penafsir/interpreter. Maka peran interpreter
sangat urgen sekali dalam memberi makna dan pemahaman terhadap teks, sebetulnya
yang terpenting bagi interpreter adalah bagaimana hermeneutika itu dapat
diterapkan secara kritis agar tidak ketinggalan zaman. Dalam konteks ini,
barangkali interpreter perlu menyadari bahwa sebuah pemahaman dan interpretasi
teks pada dasarnya bersifat dinamis.
Menurut Pandangan Lefevere bahwa hermeneutika tidak dapat
dipakai sebagai dasar ilmiah studi sastra atau sebagai metode pemahaman teks
sastra yang utuh, sebenarnya cukup beralasan karena dalam kenyataannya sastra
membutuhkan pemahaman yang kompleks-yang berkaitan dengan teks, konteks, dan
kualitas pembaca (interpreter).
LANGKAH KERJA YANG DILAKUKAN UNTUK
MENGANALISIS PROSA FIKSI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN HERMENEUTIK
Metode penerapannya Menurut Paul
Ricoeur perlu dilakukannya distansiasi atas dunia teks (objek) dan apropriasi
atau pemahaman diri. Dengan perkataan lain, jika teks (objek) dipahami melalui
analisis relasi antar unsurnya (struktural), bidang-bidang lain yang belum
tersentuh bisa dipahami melalui bidang-bidang ilmu dan metode lain yang relevan
dan memungkinkan. Agar lebih jelas, konsep dan cara kerja metode dan pendekatan
yang telah diuraikan di atas dalam kaitannya dengan karya seni sebagai subjek
penelitian sebagai berikut:
a.
Mula-mula teks (seni) ditempatkan sebagai objek yang
diteliti sekaligus sebagai subjek atau pusat yang otonom. Karya seni
diposisikan sebagai fakta ontologi.
b.
Selanjutnya, karya seni sebagai fakta ontologi dipahami
dengan cara mengobjektivasi strukturnya. Di sini analisis struktural menempati
posisi penting.
c.
Pada tahap berikutnya, pemahaman semakin meluas ketika masuk
pada lapis simbolisasi. Hal ini terjadi sebab di sini tafsir telah melampaui
batas struktur.
d.
Kode-kode simbolik yang ditafsirkan tentu saja membutuhkan
hal-hal yang bersifat referensial menyangkut proses kreatif seniman dan
faktor-faktor yang berkaitan dengannya.
e.
Kode simbolik yang dipancarkan teks dan dikaitkan dengan
berbagai persoalan di luar dirinya menuntut disiplin ilmu lain untuk melengkapi
tafsir.
f.
Menurut Paul Ricoeur Hermeneutika, Sebuah Cara Untuk
Memahami Teks yang pada Akhirnya, ujung dari proses itu adalah ditemukannya
makna atau pesan. Dari skema tampak bahwa makna dan pesan dalam tafsir
hermeneutik berada pada wilayah yang paling luas dan paling berjauhan dengan
teks (karya seni sebagai fakta ontologisnya), tetapi tetap berada di dalam
horizon yang dipancarkan teks.
Hermeneutik satu diantara bagian yang perlu lebih jauh
dijelaskan dalam skema di atas adalah soal simbolisasi ujar Ricour. Teks, yang
tidak lain adalah formulasi bahasa, adalah kumpulan penanda yang sangat
kompleks. Saussure mendikotomikan bahasa sebagai penanda (citra akustis, bunyi)
versus petanda (konsep). Bahasa adalah lambang yang paling kompleks
dibandingkan dengan berbagai hal lain di masyarakat. Dalam kaitan dengan
hermeneutika, Ricoeur kemudian menyebut metafora (pengalihan nama, perbandingan
langsung, perlambangan) sebagai bagian penting untuk dibahas dalam
hermeneutika. Pemahaman atas teks, menurut Ricoeur, niscaya akan berlanjut
kepada pemahaman tentang metafora.
0 comments