PERANAN BAHASA
INGGRIS TERHADAP BAHASA INDONESIA
A. Hakikat Bahasa
1. Pengertian Bahasa
Manusia merupakan
makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Kegiatan ini
membutuhkan alat, sarana atau media, yaitu bahasa. Sejak saat itulah bahasa
menjadi alat, sarana atau media. Bahasa merupakan alat komunikasi yang
mengandung beberapa sifat yakni, sistematik,
mana suka, ujar, manusiawi, dan komunikatif. Bahasa yang digunakan sebagai
alat komunikasi antar anggota masyarakat terbagi atas dua unsur utama yakni
bentuk dan makna.
Bentuk merupakan bagian yang dapat diserap oleh unsur panca indera (mendengar atau membaca). Bagian ini terdiri atas dua unsur yaitu unsur sugmental dan unsur suprasugmental.
Makna adalah isi
yang terkandung dalam bentuk-bentuk di atas. Sesuai dengan urutan bentuk dari
segmen yang paling besar sampai segmen yang terkecil, makna pun dibagi berdasarkan hierarki itu
yaitu: makna morfemis, makna leksikal,
dan makna sintaksis, serta makna wacana yang disebut tema.
2. Fungsi Bahasa
Bahasa
sebagai alat komunikasi yang memiliki fungsi sebagai berikut :
a.
Fungsi Informasi
b.
Fungsi Ekspresi
c.
Fungsi Adaptasi dan Integrasi
d.
Fungsi Kontrol Sosial
3. Ragam Bahasa
Ragam bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan bidang
wacana. Degan dasar ini ragam bahasa dapat dibedakan atas; a) ragam ilmiah; dan b) ragam populer. Ragam bahasa dapat
digolongkan menurut sarana dibagi atas; a)
ragam lisan; dan b) ragam tulisan.
Ragam Bahasa dari sudut pendidkan dapat dibagi atas bahasa baku dan bahasa
tidak baku.
B.
GLOBALISASI BAHASA INGGRIS
Dalam budaya global dunia saat ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat
antara peran bahasa-bahasa dunia dengan proses munculnya suatu budaya menjadi
budaya global. Uraian-uraian yang disampaikan oleh Alaistar Pennycook dalam bukunya
“The Cultural Politics of English as an
International Language” mengindikasikan bahwa bahasa, dalam hal ini Bahasa
Inggris, telah menjadi alat yang sangat ampuh untuk menyebarkan budaya penutur
bahasa tersebut ke seluruh dunia. Itulah sebabnya ketika kita telusuri
lagi, kita akan menemukan
bahwa hampir seluruh budaya populer yang sifatnya mendunia pada hari ini
berasal dari negara-negara yang penduduknya berbahasa Inggris, terutama Amerika
Serikat. Beberapa contoh diantaranya adalah musik pop ala barat, film, makanan
dan minuman, pakaian, dan pengunaan istilah-istilah berbahasa Inggris baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Sangat menarik untuk dicermati bahwa pada
awalnya budaya-budaya tersebut sesungguhnya merupakan budaya lokal/nasional,
sebagaimana halnya musik pop atau kaos dagadu ala Jogja di Indonesia.
Perbedaannya adalah pada tingkat kemampuan budaya lokal ini berkembang dalam
waktu yang cepat menjadi budaya global. Musik pop Indonesia atau kaos dagadu
sampai hari ini masih menjadi bagian dari budaya lokal/nasional Indonesia,
bahkan semakin tersaingi dengan semakin banyaknya kaum muda Indonesia yang
menyenangi musik pop ala barat dan gandrung memakai kaos-kaos bertulisan CIA
atau FBI dan isitilah-istilah dalam bahasa Inggris lainnya. Film-film Bollywood
dari India masih jauh tertinggal dari film-film Hollywood dalam kemampuannya
menjadi fenomena budaya global dunia. Isi dari film-film Boolywood ini pada
tingkat tertentu bahkan menjadi semacam salinan (kopian) dari budaya-budaya
yang terdapat dalam film-film Hollywood, walaupun dikemas dalam suasana budaya
yang berbeda. Fenomena semacam ini sesungguhnya juga terjadi dalam film-film
sinetron dan budaya musik di Indonesia. Hal serupa juga terjadi dalam bisnis
minuman dimana beberapa pengusaha muslim meluncurkan Mecca Cola dan Qiblah Cola
sebagai alternatif lain soft drink bagi umat Islam.
Sebaliknya kita melihat hampir semua
budaya dari Amerika dengan cepatnya menjadi budaya global. Budaya-budaya
tersebut bukan hanya sekedar disenangi, tetapi juga secara gradual beberapa
sisi dari budaya tersebut menjadi gaya hidup, terutama dikalangan kaum muda dan
penduduk perkotaan. Gejala semacam ini bukan hanya terjadi di negara-negara
berkembang seperti di Indonesia, tetapi juga menunjukkan kecendrungan yang sama
di negara-negara maju lainnya seperti Jepang, Jerman, Perancis, bahkan Inggris
sebagai tempat asal muasal Bahasa Inggris. Kita tentunya dengan mudah dapat
beragumentasi bahwa fenomena ini tentunya tak lepas dari hegemoni Amerika
sebagai satu-satunya negara adi daya saat ini. Tetapi apakah keberadaan Amerika
sebagai negara adi daya tersebut kemudian dengan mudahnya menjadi faktor
penyebab mengglobalnya budaya-budaya tersebut? Apakah negara-negara lain,
terutama negara-negara maju, tidak memiliki kemampuan tekhnologi dan kemapanan
media jurnalistik dan komunikasi untuk menyebarkan budaya-budaya populer yang
mereka miliki sehingga menjadi budaya global? Atau apakah salah satu penyebab
utamanya karena bahasa Inggris (American English) lebih dominan penggunaannya
dari pada bahasa-bahasa lain di dunia?
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran
bahasa Inggris sebagai bahasa internasional telah tak tersaingi oleh
bahasa-bahasa dunia lainnya dalam rentang waktu yang cukup lama. Fenomena
seperti ini bahkan tetap berlangsung ketika dunia berada dalam perang dingin,
dimana sebagian negara di dunia terpolarisasi dalam blok barat yang dimotori
oleh Amerika Serikat dan blok timur yang dimotori oleh Uni Soviet. Kenyataan
bahwa pada waktu itu Uni Soviet merupakan salah satu negara super power dunia
ternyata tidak mampu menempatkan peran bahasa Rusia sejajar dengan bahasa
Inggris dalam percaturan dunia internasional. Sejak zaman Presiden AS John F.
Kennedy sampai Ronald Reagen yang mengakhiri perang dingin bersama Michael
Gorbachev dunia lebih terekspos dengan budaya populer asal Amerika daripada
budaya populer asal Uni Soviet yang hampir sama sekali tak terdengar gaungnya
pada waktu itu. Dengan demikian kita dapat berargumentasi bahwa status sebuah
negara sebagai negara super power dunia plus kemapanan tekhnologi atau media
jurnalistik/komunikasinya tanpa keunggulan dominasi bahasa tidaklah mencukupi
untuk mengantarkan budaya ataupun gaya hidup yang dimiliki negara tersebut
menjadi budaya atau gaya hidup global.
Sejarah juga mengindikasikan bahwa
kegagalan militer Jepang dan Jerman dalam perang dunia II boleh jadi karena
tidak adanya language policy (kebijakan berbahasa) yang diterapkan oleh kedua
negara tersebut di negara-negara jajahannya. Dengan adanya language policy
sebagaimana yang diterapkan oleh penguasa kolonial Inggris di negara-negara
jajahannya, secara kultural kemudian terjadi pembentukan persepsi dan pola
pikir penduduk dan pemimpin-pemimpin di negeri-negeri jajahannya, dimana
persepsi dan pola pikir tersebut adalah persepsi dan pola pikir yang tidak
membahayakan kekuasaan kolonialisme Inggris. Kita kemudian dapat berspekulasi
bahwa inilah salah satu faktor utama yang menyebabkan kekuasaan imperialisme
Inggris bertahan jauh lebih lama dari kekuasaan Imperialisme Jepang dan Jerman.
A. Amerika dan Bahasa Inggris
Status Bahasa Inggris sebagai bahasa
internasional tentunya tak terlepas dari fakta bahwa Inggris sebagai sebuah
negara dahulunya adalah sebuah negara adi daya dengan wilayah jajahan yang
sangat luas didunia. Tidak sebagaimana halnya pola hubungan antara Inggris
sebagai sebuah negara adi daya dan tersebar luasnya penggunaan Bahasa Inggris,
hubungan antara Amerika sebagai sebuah negara super power dan semakin
meningkatnya penggunaan bahasa Inggris yang merujuk kepada Amerika sebagai
sebuah entitas peradaban dan kebudayaan hari ini tidaklah didasari pada pola
yang sama. Fakta bahwa Amerika adalah sebuah negara super power disertai dengan
keberhasilannya mengelola sumber daya yang dimilkinya secara relatif efektif
menjadi daya tarik yang kuat bagi banyak orang, utamanya kaum muda, di berbagai
negara di dunia untuk mengidentifikasikan dirinya baik secara linguistik dan
budaya atau sekedar budaya saja dengan Amerika.
Proses pengidentifikasian diri ini
pada umumnya cenderung berlangsung secara tidak sadar dimana tindakan
pengidentifikasian diri tersebut diambil lebih karena tekanan lingkungan yang
secara terus menerus mengekspos orang dengan budaya hidup yang identik dengan
Amerika. Teman sekolah/kuliah, rekan sekantor, tetangga, tokoh, artis, dan
terlebih lagi media elektronik semuanya memberikan tekanan psikologis yang kuat
untuk mengikuti budaya hidup global ini. Walaupun sebagian besar dari orang
yang mengadopsi budaya hidup global ini sangat mungkin tidak memahami Bahasa
Inggris, lapisan pertama dari orang-orang ini, terutama dari kalangan media
massa dan bisnis lokal (di luar Amerika), adalah orang-orang yang secara
linguisitik dan budaya memahami dengan baik fenomena budaya hidup global ini.
Disinilah kita melihat peran Bahasa
Inggris sebagai bahasa internasional menjadi elemen penting yang memperkokoh
keberadaan Amerika sebagai sumber rujukan budaya global dunia.
Pada saat ini fenomena budaya hidup global model ini
bukan hanya melanda negara-negara berkembang seperti Indonesia tetapi juga
negara-negara maju seperti Jepang, Perancis, dan bahkan Inggris sebagaimana
yang telah disampaikan sebelumnya–tentunya dengan kadar penerimaan dan benturan
budaya yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang dan sikap politik masing-masing
negara. McDonald, sebuah usaha bisnis makanan yang berasal dari Amerika, telah
menjadi budaya makan yang masuk ke Perancis, sebuah negara yang sesungguhnya
masih tetap berusaha menjadikan Perancis sebagai sumber budaya global dunia
melalui program-program Francophone nya. McDonald juga masuk ke Inggris, mantan
negara adi daya dunia, meskipun negara ini sesungguhnya juga masih gencar
menjalankan program-program pengajaran Bahasa Inggris dan pertukaran budaya di
luar negeri.
Contoh lain adalah budaya musik dan
perfilman dunia dimana kita lebih banyak terekspos dengan insan musik dan
perfilman dari Amerika ketimbang mereka yang berasal dari negara-negara lain.
Siapa yang tidak mengenal Micahel Jackson, Britney Spear atau Steven Spielberg,
semuanya dari Amerika. Kita pada umumnya akan terpaksa berpikir keras apabila
diminta untuk menyebutkan nama-nama insan perfilman atau musik asal negara
lain. Hal unik lainnya dijumpai dalam dunia olahraga. Dengan kemampuan
tekhnologi canggihnya dan disampaikan dalam Bahasa Inggris, beberapa jenis
olahraga yang khas Amerika seperti tinju, gulat ala WWF (Wrestling), dan bola
keranjang yang identik dengan NBA menjadi fenomona global dan selalu menjadi
menu berita media massa di berbagai belahan dunia. Sebaliknya sepak bola yang
telah sangat lama menjadi olah raga masyarakat dunia sampai hari ini bukanlah
suatu jenis olahraga yang populer di Amerika. Kalau dibandingkan, American
football yang merupakan sepak bola ala Amerika lebih populer ketimbang sepak
bola.
B. Keseimbangan budaya global dunia
Tujuan utama dari tulisan ini bukanlah
untuk membicarakan sisi negatif atau sisi positif dari budaya global yang ada
saat ini yang memerlukan pembahasan terpisah. Titik tekan dari tulisan ini
lebih pada isu tentang keseimbangan budaya global dunia dalam kaitannya dengan
peran Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Oleh karena itu beberapa hal
yang perlu dicermati adalah dampak dari peta keseimbangan budaya global hari
ini, bentuk ideal representasi budaya global yang seharusnya muncul, dan sikap
masyarakat dunia terhadap peran Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.
Sebagaimana yang telah disampaikan
sebelumnya, budaya global yang ada hari ini pada umumnya merujuk kepada
budaya-budaya yang berasal dari Amerika. Dengan kata lain, sebagian besar dari
wilayah dunia tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap apa yang
kita sebut sebagai budaya global. Realita seperti ini tentunya menimbulkan
ketidakseimbangan representasi dari budaya global itu sendiri yang dengan perjalanan
waktu sangat mungkin untuk menimbulkan benturan dan konflik antar budaya. Perlu
kita ingat bahwa dengan karakter globalnya, budaya global hari ini bukan hanya
akan dan telah menimbulkan benturan dan konflik antar budaya dalam konteks
internasional, tetapi juga dalam konteks suatu entitas budaya nasional.
Perbedaaan pandangan antara kaum tua
yang dianggap tradisional karena memegang teguh budaya lokal dengan kaum muda
yang mengadopsi budaya global adalah salah satu contoh benturan atau konflik
budaya yang timbul dalam konteks nasional. Dalam konteks internasional,
karakter dari budaya global ini telah menyebabkan kegagalan sebagian orang
dalam mengapresiasi ketinggian budaya dan peradaban masa lampau yang dimiliki
oleh suatu bangsa. Hancurnya perpustakaan besar di Baghdad yang mempunyai
koleksi yang sangat tinggi nilainya dalam perang Teluk II dan tergusurnya
situs-situs bersejarah Islam di kota suci Mekah dan Madinah untuk pembangunan
tempat-tempat komersial (padahal situs-situs tersebut merupakan milik umat
Islam se- dunia) adalah diantara contoh kegagalan tersebut.
Di Indonesia, komersialisasi budaya
lokal dalam dunia pariwisata sehingga menghilangkan nilai-nilai luhur dari
budaya tersebut juga merupakan dampak samping dari budaya global dimana unsur-unsur
kepentingan bisnis selalu melekat. Dengan demikian, diantara dampak besar
budaya global hari ini adalah timbulnya semacam instabilitas sosial-budaya,
terutama di negara-negara yang mempunyai akar budaya yang sangat berbeda dengan
akar budaya global hari ini, akibat tidak seimbangnya representasi dari budaya
global hari ini yang tidak memberikan pilihan-pilihan yang minim konflik budaya
bagi masyarakat dunia yang sangat plural akar budayanya.
Sulit kiranya kita berharap akan
munculnya suatu peta ideal dari representasi budaya global karena kompleksnya
faktor-faktor penentu yang menopang eksistensi suatu budaya global. Yang
dimaksudkan dengan peta ideal dari representasi budaya global disini adalah
adanya pilihan-pilihan budaya global yang memungkinkan masyarakat dunia untuk
tetap mengadopsi budaya global namun dengan kemungkinan benturan budaya yang
kecil. Namun demikian, kenyataan sejarah menunjukkan bahwa dunia telah sangat
lama tidak berada dalam situasi dimana kemunculan budaya global yang beragam dimungkinkan.
Ditopang dengan kemampuan keuangan, politik, militer, dan dominasi bahasa,
budaya global hari ini cenderung semakin menghegemoni ketimbang memberikan
ruang untuk munculnya pluralitas budaya global.
Disamping itu sikap inferior atau
minder yang semakin menjangkiti sebagian masyarakat dunia juga menghambat
tumbuhnya usaha dan inovasi ke arah munculnya pluralitas budaya global
tersebut. Berbagai hal yang terus melanggengkan ketidakseimbangan representasi
budaya global ini bukan hanya sangat potensial untuk menimbulkan benturan
budaya atau bisa jadi musnahnya identitas budaya lokal suatu bangsa, tetapi
juga semakin menutup peluang untuk saling mempelajari dan mengambil manfaat
dari kebudayaan dunia yang plural. Alangkah malangnya peradaban manusia jika
pada suatu waktu nanti masyarakat dunia tidak lagi bisa saling berbagi dan
mengambil manfaat dari pluralitas budaya dunia karena semakin kokohnya hegemoni
budaya global hari ini. Oleh karena itu, berbagai upaya yang mungkin untuk
dilakukan kearah munculnya keseimbangan dan pluralitas budaya global perlu
terus mendapat dukungan.
Salah satu upaya yang perlu mendapat
dukungan dan pemikiran yang terus menerus adalah upaya merubah sikap dan
kebijakan kita terhadap Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Dari segi
sikap sudah saatnya terjadi perubahan sikap mental kita sebagai pengguna Bahasa
Inggris sebagai bahasa asing atau sebagai orang-orang yang selama ini secara
sadar atau tidak sadar telah mengasosiasikan diri kita dengan budaya penutur
asli Bahasa Inggris. Persepsi seperti bahwa cara berbicara atau cara menulis
kita dalam bahasa Inggris haruslah seperti cara berbicara atau cara menulis
orang Amerika misalnya, sudah tidak lagi relevan dengan kenyataan bahwa bahasa
Inggris adalah sebuah bahasa internasional dengan jumlah pengguna bukan native
(asli)nya sudah jauh lebih banyak jumlahnya dari pada mereka yang
menggunakannya sebagai bahasa pertama.
Salah satu akibat dari status Bahasa
Inggris sebagai bahasa internasional adalah perlunya usaha untuk saling
memahami dan saling belajar baik secara linguistik ataupun budaya dari semua
pengguna Bahasa Inggris, baik yang menggunakannya sebagai bahasa pertama
ataupun sebagai bahasa asing. Perubahan sikap mental ini menjadi isu penting
karena dengan terus-menerusnya exposure (pengenalan) budaya global hari ini
ketengah masyarakat maka secara gradual persepsi, cara berpikir dan akhirnya
tindakan-tindakan kita akan semakin jauh dari akar budaya kita sendiri yang
sesungguhnya juga memiliki daya dorong untuk mengantarkan kita menjadi
orang-orang yang maju.
Dengan kata lain, perubahan sikap
mental ini diperlukan agar kita tidak terjebak untuk terus-menerus mengadopsi
kemajuan dan budaya global (baik yang dianggap positif ataupun negatif) yang
ada dewasa ini. Perubahan sikap mental ini diperlukan agar kita bisa
menginovasi dan mengkreasi kemajuan, atau minimal bisa mengadaptasikan kemajuan
dan budaya global yang ada hari ini dalam koridor budaya lokal yang kita
miliki. Oleh karena itu, Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, dengan
segala pengaruh yang dimilikinya, seharusnya dijadikan alat untuk mencapai
kemajuan yang berbasiskan budaya lokal/nasional, dan bukan sebagai alat untuk
semakin mengokohkan hegemoni budaya global hari ini yang dampaknya sudah kita
bicarakan diatas.
Dari segi kebijakan, khususnya dalam
hal pengajaran Bahasa Inggris, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan
kontekstual karena dalam proses pengajaran suatu bahasa asing yang terjadi
bukanlah semata-mata pembelajaran bahasa tetapi pada saat yang sama juga
terjadi pembelajaran dan transfer nilai-nilai budaya, prinsip hidup, dan pola
pikir. Proses pendidikan dan peningkatan kualifikasi guru Bahasa Inggris, buku,
dan metodologi pengajaran perlu mendapat muatan-muatan lokal, disamping
pengenalan nilai-nilai global/universal. Sikap proporsional tentunya diperlukan
dalam hal ini agar proses pengajaran Bahasa Inggris mempunyai kontribusi yang
signifikan terhadap terbentuknya perubahan sikap mental yang mendorong orang
untuk mengkreasi, menginovasi, dan mengadaptasi kemajuan.
C.
Pentingnya berbahasa Inggris .
Apa yang membuat Bahasa Inggris penting di era
globalisasi? Mungkin itu adalah salah satu dari sekian banyak pertanyaan
yang timbul dalam pikiran kita sesudah membaca judul dari artikel ini. Jawaban
atas pertanyaan tersebut sangatlah sederhana yaitu karena Bahasa Inggris sudah
menjadi sudah menjadi bahasa universal yang digunakan dalam dunia teknologi,
pendidikan, politik, perdagangan, dan lain sebagainya. Bahasa merupakan alat
komunikasi yang paling crucial, dan suka atau tidak suka, saat ini Bahasa
Inggris sudah sangat mendominasi semua aspek dalam hal komunikasi. Kita bisa
melihat hampir semua electronic devices menggunakan Bahasa Inggris. Sebagian
besar Negara-negara di Asia juga menggunakan Bahasa Inggris sebagai ’Medium of
Instruction’ ataupun menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua sesudah
bahasa nasional mereka. Sebut saja Filipina, Singapura, dan Malaysia.
Bahasa Inggris merupakan alat komunikasi yang paling sering digunakan oleh
dunia. English is a global ‘Lingua Franca’. Dalam dunia modern yang penuh dengan tantangan dan
persaingan yang super ketat ini, setiap orang disarankan tidak hanya memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi, namun juga dituntut ketrampilan khusus yang
lazim kita sebut ‘skill’. Salah satu ’skill’ yang paling dibutuhkan saat ini
adalah Bahasa Inggris. Sesuai dengan penjelasan di atas, Bahasa Inggris
merupakan bahasa global, maka bagi mereka yang ingin selangkah lebih maju dari
orang pada umumnya, perlu bahkan harus menguasai Bahasa Inggris.
Banyak orang yang enggan belajar Bahasa Inggris karena
merasa terlalu tua untuk dapat menguasai bahasa tersebut. Namun menurut saya,
modal utama untuk berbicara bahasa Inggris dengan baik bukanlah usia seseorang,
namuan sebesar apa tekad seseorang untuk belajar. Adapun sisi crucial yang
harus kita kuasai terlebih dahulu adalah perbendaharaan kata dalam suatu
bahasa, atau yang lebih dikenal dengan kosakata. Pengetahuan kosakata dalam
bahasa Inggris merupakan modal utama dalam mempelajari bahasa ini. Kosakata
adalah hal terpenting dalam mempelajari suatu bahasa. Seseorang yang ingin
belajar bahasa baru perlu mendalami pengetahuan tentang kosakata untuk bisa
berbicara dengan lancar.
Mempelajari kosakata bukanlah hal yang sulit. Siapa saja
bisa mempelajarinya dengan cepat asalkan setelah dipelajari, kosakata harus
digunakan sesering mungkin. Kosakata seyogianya diperkenalkan atau diajarkan
sejak anak usia dini. Namun, tidak ada kata terlambat bagi siapa saja yang
ingin mempelajarinya pada usia berapun.
Saat kita betanya “Kapankah saat yang paling tepat untuk
belajar Bahasa Inggris?” Sekaranglah saatnya. Jika kita merasa malu atau gugup
saat berbicara Bahasa Inggris, itu bukan salah kita. Jika kita melakukan
kesalahan dalam berbahasa Inggris, itupun bukan suatu kesalahan. Mengapa?
Karena Native Speaker saja sering membuat kesalahan dalam pronunciation
(pengucapan) maupun grammar. Cara mengatasi hal-hal seperti ini sepele saja,
yaitu dengan percaya diri yang tinggi serta penguasaan perbendaharaan kata.
0 comments