Saturday 6 May 2017

PERANAN BAHASA INGGRIS TERHADAP BAHASA INDONESIA

PERANAN BAHASA INGGRIS TERHADAP BAHASA INDONESIA


A.    Hakikat Bahasa
1.      Pengertian Bahasa
Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Kegiatan ini membutuhkan alat, sarana atau media, yaitu bahasa. Sejak saat itulah bahasa menjadi alat, sarana atau media. Bahasa merupakan alat komunikasi yang mengandung beberapa sifat yakni, sistematik, mana suka, ujar, manusiawi, dan komunikatif. Bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat terbagi atas dua unsur utama yakni bentuk dan makna.

      Bentuk merupakan bagian yang dapat diserap oleh unsur panca indera (mendengar atau membaca). Bagian ini terdiri atas dua unsur yaitu unsur sugmental  dan unsur suprasugmental.
Makna adalah isi yang terkandung dalam bentuk-bentuk di atas. Sesuai dengan urutan bentuk dari segmen yang paling besar sampai segmen yang terkecil,  makna pun dibagi berdasarkan hierarki itu yaitu: makna morfemis, makna leksikal, dan makna sintaksis, serta makna wacana yang disebut tema.

2.      Fungsi Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi yang memiliki fungsi sebagai berikut :
a.       Fungsi Informasi
b.      Fungsi Ekspresi
c.       Fungsi Adaptasi dan Integrasi
d.      Fungsi Kontrol Sosial

3.      Ragam Bahasa
Ragam bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan bidang wacana. Degan dasar ini ragam bahasa dapat dibedakan atas; a) ragam ilmiah; dan b) ragam populer. Ragam bahasa dapat digolongkan menurut sarana dibagi atas; a) ragam  lisan; dan b) ragam tulisan. Ragam Bahasa dari sudut pendidkan dapat dibagi atas bahasa baku dan bahasa tidak baku.









B.     GLOBALISASI BAHASA INGGRIS
Dalam budaya global dunia saat ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara peran bahasa-bahasa dunia dengan proses munculnya suatu budaya menjadi budaya global. Uraian-uraian yang disampaikan oleh Alaistar Pennycook dalam bukunya “The Cultural Politics of English as an International Language” mengindikasikan bahwa bahasa, dalam hal ini Bahasa Inggris, telah menjadi alat yang sangat ampuh untuk menyebarkan budaya penutur bahasa tersebut ke seluruh dunia. Itulah sebabnya ketika kita telusuri lagi, kita akan menemukan bahwa hampir seluruh budaya populer yang sifatnya mendunia pada hari ini berasal dari negara-negara yang penduduknya berbahasa Inggris, terutama Amerika Serikat. Beberapa contoh diantaranya adalah musik pop ala barat, film, makanan dan minuman, pakaian, dan pengunaan istilah-istilah berbahasa Inggris baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Sangat menarik untuk dicermati bahwa pada awalnya budaya-budaya tersebut sesungguhnya merupakan budaya lokal/nasional, sebagaimana halnya musik pop atau kaos dagadu ala Jogja di Indonesia. Perbedaannya adalah pada tingkat kemampuan budaya lokal ini berkembang dalam waktu yang cepat menjadi budaya global. Musik pop Indonesia atau kaos dagadu sampai hari ini masih menjadi bagian dari budaya lokal/nasional Indonesia, bahkan semakin tersaingi dengan semakin banyaknya kaum muda Indonesia yang menyenangi musik pop ala barat dan gandrung memakai kaos-kaos bertulisan CIA atau FBI dan isitilah-istilah dalam bahasa Inggris lainnya. Film-film Bollywood dari India masih jauh tertinggal dari film-film Hollywood dalam kemampuannya menjadi fenomena budaya global dunia. Isi dari film-film Boolywood ini pada tingkat tertentu bahkan menjadi semacam salinan (kopian) dari budaya-budaya yang terdapat dalam film-film Hollywood, walaupun dikemas dalam suasana budaya yang berbeda. Fenomena semacam ini sesungguhnya juga terjadi dalam film-film sinetron dan budaya musik di Indonesia. Hal serupa juga terjadi dalam bisnis minuman dimana beberapa pengusaha muslim meluncurkan Mecca Cola dan Qiblah Cola sebagai alternatif lain soft drink bagi umat Islam.
Sebaliknya kita melihat hampir semua budaya dari Amerika dengan cepatnya menjadi budaya global. Budaya-budaya tersebut bukan hanya sekedar disenangi, tetapi juga secara gradual beberapa sisi dari budaya tersebut menjadi gaya hidup, terutama dikalangan kaum muda dan penduduk perkotaan. Gejala semacam ini bukan hanya terjadi di negara-negara berkembang seperti di Indonesia, tetapi juga menunjukkan kecendrungan yang sama di negara-negara maju lainnya seperti Jepang, Jerman, Perancis, bahkan Inggris sebagai tempat asal muasal Bahasa Inggris. Kita tentunya dengan mudah dapat beragumentasi bahwa fenomena ini tentunya tak lepas dari hegemoni Amerika sebagai satu-satunya negara adi daya saat ini. Tetapi apakah keberadaan Amerika sebagai negara adi daya tersebut kemudian dengan mudahnya menjadi faktor penyebab mengglobalnya budaya-budaya tersebut? Apakah negara-negara lain, terutama negara-negara maju, tidak memiliki kemampuan tekhnologi dan kemapanan media jurnalistik dan komunikasi untuk menyebarkan budaya-budaya populer yang mereka miliki sehingga menjadi budaya global? Atau apakah salah satu penyebab utamanya karena bahasa Inggris (American English) lebih dominan penggunaannya dari pada bahasa-bahasa lain di dunia?

Tidak dapat dipungkiri bahwa peran bahasa Inggris sebagai bahasa internasional telah tak tersaingi oleh bahasa-bahasa dunia lainnya dalam rentang waktu yang cukup lama. Fenomena seperti ini bahkan tetap berlangsung ketika dunia berada dalam perang dingin, dimana sebagian negara di dunia terpolarisasi dalam blok barat yang dimotori oleh Amerika Serikat dan blok timur yang dimotori oleh Uni Soviet. Kenyataan bahwa pada waktu itu Uni Soviet merupakan salah satu negara super power dunia ternyata tidak mampu menempatkan peran bahasa Rusia sejajar dengan bahasa Inggris dalam percaturan dunia internasional. Sejak zaman Presiden AS John F. Kennedy sampai Ronald Reagen yang mengakhiri perang dingin bersama Michael Gorbachev dunia lebih terekspos dengan budaya populer asal Amerika daripada budaya populer asal Uni Soviet yang hampir sama sekali tak terdengar gaungnya pada waktu itu. Dengan demikian kita dapat berargumentasi bahwa status sebuah negara sebagai negara super power dunia plus kemapanan tekhnologi atau media jurnalistik/komunikasinya tanpa keunggulan dominasi bahasa tidaklah mencukupi untuk mengantarkan budaya ataupun gaya hidup yang dimiliki negara tersebut menjadi budaya atau gaya hidup global.
Sejarah juga mengindikasikan bahwa kegagalan militer Jepang dan Jerman dalam perang dunia II boleh jadi karena tidak adanya language policy (kebijakan berbahasa) yang diterapkan oleh kedua negara tersebut di negara-negara jajahannya. Dengan adanya language policy sebagaimana yang diterapkan oleh penguasa kolonial Inggris di negara-negara jajahannya, secara kultural kemudian terjadi pembentukan persepsi dan pola pikir penduduk dan pemimpin-pemimpin di negeri-negeri jajahannya, dimana persepsi dan pola pikir tersebut adalah persepsi dan pola pikir yang tidak membahayakan kekuasaan kolonialisme Inggris. Kita kemudian dapat berspekulasi bahwa inilah salah satu faktor utama yang menyebabkan kekuasaan imperialisme Inggris bertahan jauh lebih lama dari kekuasaan Imperialisme Jepang dan Jerman.
A.    Amerika dan Bahasa Inggris
Status Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional tentunya tak terlepas dari fakta bahwa Inggris sebagai sebuah negara dahulunya adalah sebuah negara adi daya dengan wilayah jajahan yang sangat luas didunia. Tidak sebagaimana halnya pola hubungan antara Inggris sebagai sebuah negara adi daya dan tersebar luasnya penggunaan Bahasa Inggris, hubungan antara Amerika sebagai sebuah negara super power dan semakin meningkatnya penggunaan bahasa Inggris yang merujuk kepada Amerika sebagai sebuah entitas peradaban dan kebudayaan hari ini tidaklah didasari pada pola yang sama. Fakta bahwa Amerika adalah sebuah negara super power disertai dengan keberhasilannya mengelola sumber daya yang dimilkinya secara relatif efektif menjadi daya tarik yang kuat bagi banyak orang, utamanya kaum muda, di berbagai negara di dunia untuk mengidentifikasikan dirinya baik secara linguistik dan budaya atau sekedar budaya saja dengan Amerika.
Proses pengidentifikasian diri ini pada umumnya cenderung berlangsung secara tidak sadar dimana tindakan pengidentifikasian diri tersebut diambil lebih karena tekanan lingkungan yang secara terus menerus mengekspos orang dengan budaya hidup yang identik dengan Amerika. Teman sekolah/kuliah, rekan sekantor, tetangga, tokoh, artis, dan terlebih lagi media elektronik semuanya memberikan tekanan psikologis yang kuat untuk mengikuti budaya hidup global ini. Walaupun sebagian besar dari orang yang mengadopsi budaya hidup global ini sangat mungkin tidak memahami Bahasa Inggris, lapisan pertama dari orang-orang ini, terutama dari kalangan media massa dan bisnis lokal (di luar Amerika), adalah orang-orang yang secara linguisitik dan budaya memahami dengan baik fenomena budaya hidup global ini.
Disinilah kita melihat peran Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional menjadi elemen penting yang memperkokoh keberadaan Amerika sebagai sumber rujukan budaya global dunia.
Pada saat ini fenomena budaya hidup global model ini bukan hanya melanda negara-negara berkembang seperti Indonesia tetapi juga negara-negara maju seperti Jepang, Perancis, dan bahkan Inggris sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya–tentunya dengan kadar penerimaan dan benturan budaya yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang dan sikap politik masing-masing negara. McDonald, sebuah usaha bisnis makanan yang berasal dari Amerika, telah menjadi budaya makan yang masuk ke Perancis, sebuah negara yang sesungguhnya masih tetap berusaha menjadikan Perancis sebagai sumber budaya global dunia melalui program-program Francophone nya. McDonald juga masuk ke Inggris, mantan negara adi daya dunia, meskipun negara ini sesungguhnya juga masih gencar menjalankan program-program pengajaran Bahasa Inggris dan pertukaran budaya di luar negeri.
Contoh lain adalah budaya musik dan perfilman dunia dimana kita lebih banyak terekspos dengan insan musik dan perfilman dari Amerika ketimbang mereka yang berasal dari negara-negara lain. Siapa yang tidak mengenal Micahel Jackson, Britney Spear atau Steven Spielberg, semuanya dari Amerika. Kita pada umumnya akan terpaksa berpikir keras apabila diminta untuk menyebutkan nama-nama insan perfilman atau musik asal negara lain. Hal unik lainnya dijumpai dalam dunia olahraga. Dengan kemampuan tekhnologi canggihnya dan disampaikan dalam Bahasa Inggris, beberapa jenis olahraga yang khas Amerika seperti tinju, gulat ala WWF (Wrestling), dan bola keranjang yang identik dengan NBA menjadi fenomona global dan selalu menjadi menu berita media massa di berbagai belahan dunia. Sebaliknya sepak bola yang telah sangat lama menjadi olah raga masyarakat dunia sampai hari ini bukanlah suatu jenis olahraga yang populer di Amerika. Kalau dibandingkan, American football yang merupakan sepak bola ala Amerika lebih populer ketimbang sepak bola.
B.     Keseimbangan budaya global dunia
Tujuan utama dari tulisan ini bukanlah untuk membicarakan sisi negatif atau sisi positif dari budaya global yang ada saat ini yang memerlukan pembahasan terpisah. Titik tekan dari tulisan ini lebih pada isu tentang keseimbangan budaya global dunia dalam kaitannya dengan peran Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Oleh karena itu beberapa hal yang perlu dicermati adalah dampak dari peta keseimbangan budaya global hari ini, bentuk ideal representasi budaya global yang seharusnya muncul, dan sikap masyarakat dunia terhadap peran Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.
Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, budaya global yang ada hari ini pada umumnya merujuk kepada budaya-budaya yang berasal dari Amerika. Dengan kata lain, sebagian besar dari wilayah dunia tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap apa yang kita sebut sebagai budaya global. Realita seperti ini tentunya menimbulkan ketidakseimbangan representasi dari budaya global itu sendiri yang dengan perjalanan waktu sangat mungkin untuk menimbulkan benturan dan konflik antar budaya. Perlu kita ingat bahwa dengan karakter globalnya, budaya global hari ini bukan hanya akan dan telah menimbulkan benturan dan konflik antar budaya dalam konteks internasional, tetapi juga dalam konteks suatu entitas budaya nasional.
Perbedaaan pandangan antara kaum tua yang dianggap tradisional karena memegang teguh budaya lokal dengan kaum muda yang mengadopsi budaya global adalah salah satu contoh benturan atau konflik budaya yang timbul dalam konteks nasional. Dalam konteks internasional, karakter dari budaya global ini telah menyebabkan kegagalan sebagian orang dalam mengapresiasi ketinggian budaya dan peradaban masa lampau yang dimiliki oleh suatu bangsa. Hancurnya perpustakaan besar di Baghdad yang mempunyai koleksi yang sangat tinggi nilainya dalam perang Teluk II dan tergusurnya situs-situs bersejarah Islam di kota suci Mekah dan Madinah untuk pembangunan tempat-tempat komersial (padahal situs-situs tersebut merupakan milik umat Islam se- dunia) adalah diantara contoh kegagalan tersebut.
Di Indonesia, komersialisasi budaya lokal dalam dunia pariwisata sehingga menghilangkan nilai-nilai luhur dari budaya tersebut juga merupakan dampak samping dari budaya global dimana unsur-unsur kepentingan bisnis selalu melekat. Dengan demikian, diantara dampak besar budaya global hari ini adalah timbulnya semacam instabilitas sosial-budaya, terutama di negara-negara yang mempunyai akar budaya yang sangat berbeda dengan akar budaya global hari ini, akibat tidak seimbangnya representasi dari budaya global hari ini yang tidak memberikan pilihan-pilihan yang minim konflik budaya bagi masyarakat dunia yang sangat plural akar budayanya.
Sulit kiranya kita berharap akan munculnya suatu peta ideal dari representasi budaya global karena kompleksnya faktor-faktor penentu yang menopang eksistensi suatu budaya global. Yang dimaksudkan dengan peta ideal dari representasi budaya global disini adalah adanya pilihan-pilihan budaya global yang memungkinkan masyarakat dunia untuk tetap mengadopsi budaya global namun dengan kemungkinan benturan budaya yang kecil. Namun demikian, kenyataan sejarah menunjukkan bahwa dunia telah sangat lama tidak berada dalam situasi dimana kemunculan budaya global yang beragam dimungkinkan. Ditopang dengan kemampuan keuangan, politik, militer, dan dominasi bahasa, budaya global hari ini cenderung semakin menghegemoni ketimbang memberikan ruang untuk munculnya pluralitas budaya global.
Disamping itu sikap inferior atau minder yang semakin menjangkiti sebagian masyarakat dunia juga menghambat tumbuhnya usaha dan inovasi ke arah munculnya pluralitas budaya global tersebut. Berbagai hal yang terus melanggengkan ketidakseimbangan representasi budaya global ini bukan hanya sangat potensial untuk menimbulkan benturan budaya atau bisa jadi musnahnya identitas budaya lokal suatu bangsa, tetapi juga semakin menutup peluang untuk saling mempelajari dan mengambil manfaat dari kebudayaan dunia yang plural. Alangkah malangnya peradaban manusia jika pada suatu waktu nanti masyarakat dunia tidak lagi bisa saling berbagi dan mengambil manfaat dari pluralitas budaya dunia karena semakin kokohnya hegemoni budaya global hari ini. Oleh karena itu, berbagai upaya yang mungkin untuk dilakukan kearah munculnya keseimbangan dan pluralitas budaya global perlu terus mendapat dukungan.
Salah satu upaya yang perlu mendapat dukungan dan pemikiran yang terus menerus adalah upaya merubah sikap dan kebijakan kita terhadap Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Dari segi sikap sudah saatnya terjadi perubahan sikap mental kita sebagai pengguna Bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau sebagai orang-orang yang selama ini secara sadar atau tidak sadar telah mengasosiasikan diri kita dengan budaya penutur asli Bahasa Inggris. Persepsi seperti bahwa cara berbicara atau cara menulis kita dalam bahasa Inggris haruslah seperti cara berbicara atau cara menulis orang Amerika misalnya, sudah tidak lagi relevan dengan kenyataan bahwa bahasa Inggris adalah sebuah bahasa internasional dengan jumlah pengguna bukan native (asli)nya sudah jauh lebih banyak jumlahnya dari pada mereka yang menggunakannya sebagai bahasa pertama.
Salah satu akibat dari status Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional adalah perlunya usaha untuk saling memahami dan saling belajar baik secara linguistik ataupun budaya dari semua pengguna Bahasa Inggris, baik yang menggunakannya sebagai bahasa pertama ataupun sebagai bahasa asing. Perubahan sikap mental ini menjadi isu penting karena dengan terus-menerusnya exposure (pengenalan) budaya global hari ini ketengah masyarakat maka secara gradual persepsi, cara berpikir dan akhirnya tindakan-tindakan kita akan semakin jauh dari akar budaya kita sendiri yang sesungguhnya juga memiliki daya dorong untuk mengantarkan kita menjadi orang-orang yang maju.
Dengan kata lain, perubahan sikap mental ini diperlukan agar kita tidak terjebak untuk terus-menerus mengadopsi kemajuan dan budaya global (baik yang dianggap positif ataupun negatif) yang ada dewasa ini. Perubahan sikap mental ini diperlukan agar kita bisa menginovasi dan mengkreasi kemajuan, atau minimal bisa mengadaptasikan kemajuan dan budaya global yang ada hari ini dalam koridor budaya lokal yang kita miliki. Oleh karena itu, Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, dengan segala pengaruh yang dimilikinya, seharusnya dijadikan alat untuk mencapai kemajuan yang berbasiskan budaya lokal/nasional, dan bukan sebagai alat untuk semakin mengokohkan hegemoni budaya global hari ini yang dampaknya sudah kita bicarakan diatas.
Dari segi kebijakan, khususnya dalam hal pengajaran Bahasa Inggris, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kontekstual karena dalam proses pengajaran suatu bahasa asing yang terjadi bukanlah semata-mata pembelajaran bahasa tetapi pada saat yang sama juga terjadi pembelajaran dan transfer nilai-nilai budaya, prinsip hidup, dan pola pikir. Proses pendidikan dan peningkatan kualifikasi guru Bahasa Inggris, buku, dan metodologi pengajaran perlu mendapat muatan-muatan lokal, disamping pengenalan nilai-nilai global/universal. Sikap proporsional tentunya diperlukan dalam hal ini agar proses pengajaran Bahasa Inggris mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap terbentuknya perubahan sikap mental yang mendorong orang untuk mengkreasi, menginovasi, dan mengadaptasi kemajuan.

C.    Pentingnya berbahasa Inggris .
Apa yang membuat Bahasa Inggris penting di era globalisasi?  Mungkin itu adalah salah satu dari sekian banyak pertanyaan yang timbul dalam pikiran kita sesudah membaca judul dari artikel ini. Jawaban atas pertanyaan tersebut sangatlah sederhana yaitu karena Bahasa Inggris sudah menjadi sudah menjadi bahasa universal yang digunakan dalam dunia teknologi, pendidikan, politik, perdagangan, dan lain sebagainya. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling crucial, dan suka atau tidak suka, saat ini Bahasa Inggris sudah sangat mendominasi semua aspek dalam hal komunikasi. Kita bisa melihat hampir semua electronic devices menggunakan Bahasa Inggris. Sebagian besar Negara-negara di Asia juga menggunakan Bahasa Inggris sebagai ’Medium of Instruction’ ataupun menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua sesudah bahasa nasional mereka. Sebut saja Filipina, Singapura, dan Malaysia.  Bahasa Inggris merupakan alat komunikasi yang paling sering digunakan oleh dunia. English is a global ‘Lingua Franca’. Dalam dunia modern yang penuh dengan tantangan dan persaingan yang super ketat ini, setiap orang disarankan tidak hanya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, namun juga dituntut ketrampilan khusus yang lazim kita sebut ‘skill’. Salah satu ’skill’ yang paling dibutuhkan saat ini adalah Bahasa Inggris. Sesuai dengan penjelasan di atas, Bahasa Inggris merupakan bahasa global, maka bagi mereka yang ingin selangkah lebih maju dari orang pada umumnya, perlu bahkan harus menguasai Bahasa Inggris.

Banyak orang yang enggan belajar Bahasa Inggris karena merasa terlalu tua untuk dapat menguasai bahasa tersebut. Namun menurut saya, modal utama untuk berbicara bahasa Inggris dengan baik bukanlah usia seseorang, namuan sebesar apa tekad seseorang untuk belajar. Adapun sisi crucial yang harus kita kuasai terlebih dahulu adalah perbendaharaan kata dalam suatu bahasa, atau yang lebih dikenal dengan kosakata. Pengetahuan kosakata dalam bahasa Inggris merupakan modal utama dalam mempelajari bahasa ini. Kosakata adalah hal terpenting dalam mempelajari suatu bahasa. Seseorang yang ingin belajar bahasa baru perlu mendalami pengetahuan tentang kosakata untuk bisa berbicara dengan lancar.
Mempelajari kosakata bukanlah hal yang sulit. Siapa saja bisa mempelajarinya dengan cepat asalkan setelah dipelajari, kosakata harus digunakan sesering mungkin. Kosakata seyogianya diperkenalkan atau diajarkan sejak anak usia dini. Namun, tidak ada kata terlambat bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya pada usia berapun.
Saat kita betanya “Kapankah saat yang paling tepat untuk belajar Bahasa Inggris?” Sekaranglah saatnya. Jika kita merasa malu atau gugup saat berbicara Bahasa Inggris, itu bukan salah kita. Jika kita melakukan kesalahan dalam berbahasa Inggris, itupun bukan suatu kesalahan. Mengapa? Karena Native Speaker saja sering membuat kesalahan dalam pronunciation (pengucapan) maupun grammar. Cara mengatasi hal-hal seperti ini sepele saja, yaitu dengan percaya diri yang tinggi serta penguasaan perbendaharaan kata.



Load disqus comments

0 comments