ALIRAN-ALIRAN
DALAM KARYA SASTRA
ALIRAN
REALISME
Aliran realisme
ialah aliran yang ingin mengemukakan kenyataan, barang yang lahir (lawan
batin). Sifatnya harus objektif karena pengarang melukiskan dunia kenyataan.
Segala-galanya
digambarkan seperti apa yang tampak, tidak kurang dan tidak lebih. Rasa simpati dan antipati
pengarang terhadap objek yang dilukiskannya, tidak boleh disertakan. Dengan
perkataan lain, pengarang dalam ceritanya itu tidak ikut bermain, dia hanya
penonton yang objektif.
Contoh:
Pertemuan
karya Chairil Anwar
karya Chairil Anwar
Kalau kau mau
kuterima kau kembali
Dengan sepenuh
hati
Aku masih tetap
sendiri
Kutahu kau bukan
yang dulu lagi
Bak kembang sari
sudah terbagi
Jangan tunduk!
Tantang aku dengan berani
Kalau kau mau
kuterima kau kembali
Untukku sendiri
tapi
Sedang dengan
cermin aku enggan berbagi
ALIRAN EKSPRESIONISME
Kalau aliran
realisme melukiskan apa yang tampak, yang nyata, maka seniman ekspresionisme
merasakan apa yang bergejolak dalam jiwanya. Pengarang ekspresionisme
menyatakan perasaan cintanya, bencinya, rasa kemanusiaannya, rasa ketuhanannya
yang tersimpan di dalam dadanya. Baginya, alam hanyalah alat untuk menyatakan
pengertian yang lebih tentang manusia yang hidup.
Kalau seniman
impresionisme menyatakan kesannya sesudah dia melihat sesuatu, maka seniman
ekspresionistis mengeluarkan rasa yang menyesak padat di dalam kalbunya dengan
tak memerlukan rangsangan dari luar. Sifat lukisannya subyektif. Pernyataan
jiwa sendiri ini terutama dinyatakan dengan bentuk puisi karena puisi adalah
alat utama pujangga sastra untuk melukiskan perasaannya. Sajak-sajak Chairil
Anwar kebanyakan ekspresionistik sifatnya.
Ke dalam aliran
ekspresionisme termasuk juga aliran-aliran: romantik, idealisme, mistisisme,
surealisme, simbolik, dan psikologisme.
Contoh:
Doa
Karya Chairil
Anwar
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
NATURALISME
Aliran naturalisme ingin melukiskan keadaan yang
sebenarnya, sering cenderung kepada lukisan yang buruk, karena ingin memberikan
gambaran nyata tentang kebenaran. Untuk melukiskan kejelekan masyarakat,
pengarang naturalis tidak segan-segan
melukiskan kemesuman.
Emelia Zola seorang pengarang naturalis Perancis
yang paling besar di zamannya. Sering
lukisannya dianggap melampaui batas kesopanan sehingga seolah-olah tidak ada
lagi batas-batas ukuran susila dan ketuhanan padanya.
Contohnya, roman atau cerpen karya Moetinggo Busye.
DETERMINISME
Determinisme ialah cabang aliran naturalisme, bias
diartikan ‘paksaan nasib’. Tetapi bukan nasib yang ditentukan oleh keadaan
masyarakat sekitar seperti kemiskinan, penyakit, penyakit keturunan, kesukaran
karena akibat peperangan, dan sebagainya.
Yang menjadi
soal dalam karangan-karangan aliran ini ialah penderitaan seseorang: jahatkah,
melaratkah, menderita karena penyakit keturunan, bukan karena Tuhan sudah
menakdirkan dia harus hidup demikian, melainkan sebagai akibat masyarakat yang
bobrok. Masyarakat yang bobroklah yang melahirkan manusia-manusia seperti itu.
Cara pengarang melukiskan juga naturalistik.
Sebagian karya angkatan ’66 beraliran determinisme.
Contoh: puisi berjudul Bersatulah Pelacur-Pelacur
Kota Jakarta
IMPRESIONISME
Pengarang impresionistis melahirkan kembali kesan
atas sesuatu yang dilihatnya. Kesan itu biasanya kesan sepintas lalu.
Pengarang takkan melukiskannya sampai mendetail,
sampai kepada yang sekecil-kecilnya seperti dalam aliran realisme atau
naturalisme sipaya ketegasan, spontanitas penglihatan, dan perasaan mula
pertama tetap tak hilang. Lukisan seperti itulah lukisan beraliran
impresionisme.
Contoh:
Ngari Sianok
Karya Rifai
Berat himpitan gunung Singalang
Atas daratan di bawahnya
Hingga langkah tak alang-alang
Ngarai lebar dengan dalangnya
Bumi runtuh-runtuh juga
Seperti beradab-adab yang lepas
Debumnya hirap dalam angkasa
Derumnya lenyap di sawah luas
Dua penduduk di dalam ngarai
Mencangkul di ladang satu-satu
Menyabit di sawah bersorak-sorai
Ramai kerja sejak dahulu
Bumi runtuh-runtuh jua
Mereka hidup bergiat terus
Seperti si Anok dengan rumahnya
Diam-diam mengalir terus
Atas daratan di bawahnya
Hingga langkah tak alang-alang
Ngarai lebar dengan dalangnya
Bumi runtuh-runtuh juga
Seperti beradab-adab yang lepas
Debumnya hirap dalam angkasa
Derumnya lenyap di sawah luas
Dua penduduk di dalam ngarai
Mencangkul di ladang satu-satu
Menyabit di sawah bersorak-sorai
Ramai kerja sejak dahulu
Bumi runtuh-runtuh jua
Mereka hidup bergiat terus
Seperti si Anok dengan rumahnya
Diam-diam mengalir terus
0 comments