Tuesday 16 May 2017

ALIRAN-ALIRAN KARYA SASTRA


ALIRAN-ALIRAN  DALAM KARYA SASTRA

ALIRAN REALISME
Aliran realisme ialah aliran yang ingin mengemukakan kenyataan, barang yang lahir (lawan batin). Sifatnya harus objektif karena pengarang melukiskan dunia kenyataan.
Segala-galanya digambarkan seperti apa yang tampak, tidak kurang  dan tidak lebih. Rasa simpati dan antipati pengarang terhadap objek yang dilukiskannya, tidak boleh disertakan. Dengan perkataan lain, pengarang dalam ceritanya itu tidak ikut bermain, dia hanya penonton yang objektif.
Realisme, dengan kata lain merupakan aliran yang melukiskan keadaan atau peristiwa sesuai kenyataan, tidak ditambah atau dikurang. Sebagian karya angkatan ’45 beraliran realisme.
Contoh:
Pertemuan
karya Chairil Anwar
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tantang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi

ALIRAN EKSPRESIONISME
Kalau aliran realisme melukiskan apa yang tampak, yang nyata, maka seniman ekspresionisme merasakan apa yang bergejolak dalam jiwanya. Pengarang ekspresionisme menyatakan perasaan cintanya, bencinya, rasa kemanusiaannya, rasa ketuhanannya yang tersimpan di dalam dadanya. Baginya, alam hanyalah alat untuk menyatakan pengertian yang lebih tentang manusia yang hidup.
Kalau seniman impresionisme menyatakan kesannya sesudah dia melihat sesuatu, maka seniman ekspresionistis mengeluarkan rasa yang menyesak padat di dalam kalbunya dengan tak memerlukan rangsangan dari luar. Sifat lukisannya subyektif. Pernyataan jiwa sendiri ini terutama dinyatakan dengan bentuk puisi karena puisi adalah alat utama pujangga sastra untuk melukiskan perasaannya. Sajak-sajak Chairil Anwar kebanyakan ekspresionistik sifatnya.
Ke dalam aliran ekspresionisme termasuk juga aliran-aliran: romantik, idealisme, mistisisme, surealisme, simbolik, dan psikologisme.
Contoh:
Doa
Karya Chairil Anwar
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling


NATURALISME
Aliran naturalisme ingin melukiskan keadaan yang sebenarnya, sering cenderung kepada lukisan yang buruk, karena ingin memberikan gambaran nyata tentang kebenaran. Untuk melukiskan kejelekan masyarakat, pengarang naturalis  tidak segan-segan melukiskan kemesuman.
Emelia Zola seorang pengarang naturalis Perancis yang paling besar di zamannya.  Sering lukisannya dianggap melampaui batas kesopanan sehingga seolah-olah tidak ada lagi batas-batas ukuran susila dan ketuhanan padanya.
Contohnya, roman atau cerpen karya Moetinggo Busye.

DETERMINISME
Determinisme ialah cabang aliran naturalisme, bias diartikan ‘paksaan nasib’. Tetapi bukan nasib yang ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar seperti kemiskinan, penyakit, penyakit keturunan, kesukaran karena akibat peperangan, dan sebagainya.
  Yang menjadi soal dalam karangan-karangan aliran ini ialah penderitaan seseorang: jahatkah, melaratkah, menderita karena penyakit keturunan, bukan karena Tuhan sudah menakdirkan dia harus hidup demikian, melainkan sebagai akibat masyarakat yang bobrok. Masyarakat yang bobroklah yang melahirkan manusia-manusia seperti itu. Cara pengarang melukiskan juga naturalistik.
Sebagian karya angkatan ’66 beraliran determinisme.
Contoh: puisi berjudul Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta

IMPRESIONISME
Pengarang impresionistis melahirkan kembali kesan atas sesuatu yang dilihatnya. Kesan itu biasanya kesan sepintas lalu.
Pengarang takkan melukiskannya sampai mendetail, sampai kepada yang sekecil-kecilnya seperti dalam aliran realisme atau naturalisme sipaya ketegasan, spontanitas penglihatan, dan perasaan mula pertama tetap tak hilang. Lukisan seperti itulah lukisan beraliran impresionisme.
Contoh:
Ngari Sianok
Karya Rifai

Berat himpitan gunung Singalang
Atas daratan di bawahnya
Hingga langkah tak alang-alang
Ngarai lebar dengan dalangnya
Bumi runtuh-runtuh juga
Seperti beradab-adab yang lepas
Debumnya hirap dalam angkasa
Derumnya lenyap di sawah luas
Dua penduduk di dalam ngarai
Mencangkul  di ladang satu-satu
Menyabit di sawah bersorak-sorai
Ramai kerja sejak dahulu
Bumi runtuh-runtuh jua
Mereka hidup bergiat terus
Seperti si Anok dengan rumahnya
Diam-diam mengalir terus
Load disqus comments

0 comments