Analisis
Kesalahan Berbahasa dalam Bidang Fonemik
Kita sudah mempelajari kesalahan berbahasa yang
terjadi karena kesalahan lafal. Walaupun demikian, kesalahan tersebut tidak
menimbulkan perbedaan makna. Contoh: Senin – Senen, fitnah – pitnah, hari – ari,
dan sebagainya. Kesalahan berbahasa seperti itu termasuk kesalahan berbahasa
yang bersifat fonetis.Sekarang perhatikanlah lafal e pada kata-kata berikut,
dan perhatikan pula perbedaan makna kata yang dihasilkan. Contoh: /apel/ -
/apEl/.
Pada contoh tersebut perbedaan lafal e menyebabkan terjadinya perbedaan makna. Perhatikanlah perbedaan makna kedua kata tersebut menurut pemakaiannya dalam kalimat berikut:
a) Saya membeli buah apel -
/apel/
b) Mereka mengikuti apEl
upacara - /apEl/
Dari
contoh tersebut dapat kita ketahui bahwa perbedaan lafal e atas /e/ dan /E/
menyebabkan perbedaan makna kata. Bunyi bahasa yang berfungsi untuk membedakan
makna, dalam bidang ilmu bahasa disebut fonem. Dengan kata lain, /e/ dan /E/
pada kata-kata bergaris tersebut adalah fonem bahasa Indonesia. Ilmu yang
membahas fonem suatu bahasa disebut fonemik.
Apa
yang terjadi apabila kedua macam fonemik di atas ditukarkan pemakaiannya ?
Tentu saja akan diperoleh bentuk pengucapan seperti kalimat berikut:
a) Saya membeli /apEl/.
b) Mereka mengikuti /apel/.
Pengucapan
fonem /e/ menjadi /E/ atau sebaliknya pada kalimat di atas menyebabkan adanya
dua kemungkinan:
a. maksud
atau makna kalimat tersebut berubah sama sekali.
b. maksud
atau makna kalimat itu sulit dipahami.
Kesalahan berbahasa seperti itu merupakan kesalahan
berbahasa dalam bidang fonemik.
Kesalahan berbahasa yang bersifat fonemis, terdapat nuga pada kesalahan
lafal atau pengucapan fonem-fonem lainnya. Perhatikan contoh berikut:
a)
kera – kerak
b)
buku – buku
Dalam
kenyataannya kata-kata tersebut sering salah pengucapannya sehingga mengganggu
komunikasi berbahasa. Misalnya:
a. Kerak
itu mencuri pisang pak Amat.
b. Ibu
senang membaca buku.
Jika
kita analisis kata kerak terbentuk dari morfem kera. Di samping bentuk kera
terdapat pula bentuk kerak. Bentuk yang pertama mempunyai dua macam makna
yaitu:
Kera: monyet, terutama yang berekor panjang.
Maknanya mengacu pada kata kerak yaitu lapisan yang kering (keras) atau hangus
yang melekat pada benda lain.
Dilihat dari makna yang pertama, pemakaian kata
kerak pada kalimat di atas tidak tepat. Dilihat dari makna kedua, kalimat di
atas lebih tepat menggunakan kata kera dari pada kerak karena menunjukkan
lapisan yang kering (keras) atau hangus yang melekat pada benda lain.
Makna kata tahu seperti pada contoh “Kami tahu
pentingnya kebersihan lingkungan” ditentukan oleh jelas tidaknya pelafalan
bunyi /h/. Apabila bunyi tersebut
diucapkan dengan jelas, kata tersebut adalah kata serapan yang berasal dari
cina. Makna kata tersebut adalah sejenis makanan yang terbuat dari kacang
kedelai. Bila /h/ pada kata tersebut diucapkan lemah, maka kata itu berarti
paham, mengerti, dan lain-lain. Oleh karena itu, pengucapan /h/ pada kata tahu seperti kalimat di atas sebaiknya
dilafalkan secara lemah.
Pengucapan bunyi /h/, /kh/, dan /k/ secara fonetis
sering dikacaukan pemakaiannya. Kekacauan ini dapat pula menimbulkan pengucapan
yang bersifat fonemis. Kata has, khas, kas diucapkan dengan lafal yng tidak
jauh berbeda. Tetapi dalam peristiwa berbahasa ketig ucapan itu dipertukarkan,
tidak mustahil akan terjadi kekacauan makna atau maksud pembicaraan.
0 comments