Saturday 6 May 2017

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA (FONEMIK)

Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Bidang Fonemik

Kita sudah mempelajari kesalahan berbahasa yang terjadi karena kesalahan lafal. Walaupun demikian, kesalahan tersebut tidak menimbulkan perbedaan makna. Contoh: Senin – Senen, fitnah – pitnah, hari – ari, dan sebagainya. Kesalahan berbahasa seperti itu termasuk kesalahan berbahasa yang bersifat fonetis.Sekarang perhatikanlah lafal e pada kata-kata berikut, dan perhatikan pula perbedaan makna kata yang dihasilkan. Contoh: /apel/ - /apEl/.

      Pada contoh tersebut perbedaan lafal e menyebabkan terjadinya perbedaan makna. Perhatikanlah perbedaan makna kedua kata tersebut menurut pemakaiannya dalam kalimat berikut:
a) Saya membeli buah apel - /apel/
b) Mereka mengikuti apEl upacara - /apEl/
Dari contoh tersebut dapat kita ketahui bahwa perbedaan lafal e atas /e/ dan /E/ menyebabkan perbedaan makna kata. Bunyi bahasa yang berfungsi untuk membedakan makna, dalam bidang ilmu bahasa disebut fonem. Dengan kata lain, /e/ dan /E/ pada kata-kata bergaris tersebut adalah fonem bahasa Indonesia. Ilmu yang membahas fonem suatu bahasa disebut fonemik.
               Apa yang terjadi apabila kedua macam fonemik di atas ditukarkan pemakaiannya ? Tentu saja akan diperoleh bentuk pengucapan seperti kalimat berikut:
a) Saya membeli /apEl/.
b) Mereka mengikuti /apel/.
Pengucapan fonem /e/ menjadi /E/ atau sebaliknya pada kalimat di atas menyebabkan adanya dua kemungkinan:
a.       maksud atau makna kalimat tersebut berubah sama sekali.
b.      maksud atau makna kalimat itu sulit dipahami.
Kesalahan berbahasa seperti itu merupakan kesalahan berbahasa dalam bidang fonemik.  Kesalahan berbahasa yang bersifat fonemis, terdapat nuga pada kesalahan lafal atau pengucapan fonem-fonem lainnya. Perhatikan contoh berikut:
a) kera – kerak
b) buku – buku
Dalam kenyataannya kata-kata tersebut sering salah pengucapannya sehingga mengganggu komunikasi berbahasa. Misalnya:
a.       Kerak itu mencuri pisang pak Amat.
b.      Ibu senang membaca buku.
Jika kita analisis kata kerak terbentuk dari morfem kera. Di samping bentuk kera terdapat pula bentuk kerak. Bentuk yang pertama mempunyai dua macam makna yaitu:
Kera: monyet, terutama yang berekor panjang. Maknanya mengacu pada kata kerak yaitu lapisan yang kering (keras) atau hangus yang melekat pada benda lain.
Dilihat dari makna yang pertama, pemakaian kata kerak pada kalimat di atas tidak tepat. Dilihat dari makna kedua, kalimat di atas lebih tepat menggunakan kata kera dari pada kerak karena menunjukkan lapisan yang kering (keras) atau hangus yang melekat pada benda lain.
Makna kata tahu seperti pada contoh “Kami tahu pentingnya kebersihan lingkungan” ditentukan oleh jelas tidaknya pelafalan bunyi  /h/. Apabila bunyi tersebut diucapkan dengan jelas, kata tersebut adalah kata serapan yang berasal dari cina. Makna kata tersebut adalah sejenis makanan yang terbuat dari kacang kedelai. Bila /h/ pada kata tersebut diucapkan lemah, maka kata itu berarti paham, mengerti, dan lain-lain. Oleh karena itu, pengucapan  /h/ pada kata tahu seperti kalimat di atas sebaiknya dilafalkan secara lemah.
Pengucapan bunyi /h/, /kh/, dan /k/ secara fonetis sering dikacaukan pemakaiannya. Kekacauan ini dapat pula menimbulkan pengucapan yang bersifat fonemis. Kata has, khas, kas diucapkan dengan lafal yng tidak jauh berbeda. Tetapi dalam peristiwa berbahasa ketig ucapan itu dipertukarkan, tidak mustahil akan terjadi kekacauan makna atau maksud pembicaraan.
Load disqus comments

0 comments