BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar, sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling dimengerti, dalam keseluruhannya memiliki tiga tingkat keberadaan. Pada tingkat pertama,makna menjadi isi abstraksi dalam kegiatan bernalar secara logis sehingga membuahkan proposisi yang benar. Tingkat kedua, makna menjadi isi suatu bentuk kebahasaan.pada tingkat ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu. Makna dianggap sangat sukar ditelusuri dan dianalisis strukturnya, karena makna sangat bersifat arbitrer.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan kajian makna?
2.
Apa
yang dimaksud dengan hakikat makna?
3.
Apa
saja jenis-jenis makna?
4.
Apa
yang dimaksud dengan relasi makna?
5.
Apa
yang dimaksud dengan perubahan makna?
C.
Tujuan
Tujuan
dari penyusunan makalah ini sebagai berikut:
1.
Mengetahui
apa yang di maksud dengan kajian makna.
2.
Mengetahui
apa yang di maksud dengan hakikat makna.
3.
Mengetahui
apa saja jenis-jenis makna.
4.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan relasi makna.
5.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan perubahan makna.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kajian
Makna
Makna
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa
saja yang kita tuturkan. kajian makna. Status tataran semantik dengan tataran
fonologi, morfologi dan sintaksis adalah tidak sama. Semantik dengan objeknya
yakni makna, berada di seluruh tataran, yaitu berada di tataran fonologi,
morfologi dan sintaksis. Makna yang menjadi objek semantik sangat tidak jelas,
tak dapat diamati secara empiris, sehingga semantik diabaikan. Tetapi, pada
tahun 1965, Chomsky menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen
dari tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh semantik ini.
B.
Hakikat
Makna
Menurut
de Saussure, setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua
komponen, yaitu komponen signifian (yang mengartikan) yang berwujud runtunan
bunyi, dan komponen signifie (yang diartikan) yang berwujud pengertian atau
konsep (yang dimiliki signifian). Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de
Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada
sebuah tanda linguistik. Jika tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya
dengan kata atau leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang
dimiliki oleh setiap kata atau leksem. Jika disamakan dengan morfem, maka makna
adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik morfem
dasar maupun morfem afiks.
Di
dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata, makna kata atau leksem itu
seringkali terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya.
Banyak pakar menyatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata
apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Pakar itu juga
mengatakan bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada
di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Bahasa bersifat arbiter,
sehingga hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbiter.
C.
Jenis
Makna
1. Makna
Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual
Makna
leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks
apapun. Dapat juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya,
sesuai dengan hasil observasi indera kita atau makna apa adanya. Makna
gramatikal adalah makna yang ada jika terjadi proses gramatikal seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Makna kontekstual adalah
makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks
dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan
penggunaan bahasa itu.
2. Makna
Referensial dan Non-referensial
Sebuah
kata atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada referensnya atau
acuannya. Ada sejumlah kata yang disebut kata diektik, yang acuannya tidak
menetap pada satu wujud. Misalnya : kata-kata pronominal seperti, dia, saya dan
kamu.
3. Makna
Denotatif dan Makna Konotatif
Makna
denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki
oleh sebuah leksem. Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna leksikal.
Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang
berhubungan dengan nilai rasa dari orang yang menggunakan kata tersebut.
Konotasi sebuah kata bisa berbeda antara seseorang dengan orang lain.
4. Makna
Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech
(1976) membagi makna menjadi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari
konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual sebenarnya sama dengan makna
leksikal, deotatif dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah leksem atau kata bahasa. Makna asosiasi sama dengan
perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan
konsep lain, yang mempunyai kemiripan sifat, keadaaan atau ciri-ciri yang ada
pada leksem tersebut. Makna konotatif termasuk dalam makna asosiatif, karena
kata-kata tersebut berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata itu. Makna
stilistika berkenaan dengan perbedaan penggunaan kata sehubungan dengan
perbedaan sosial atau bidang kegiatan. Makna afektif berkenaan dengan perasaan
pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna
kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dengan
kata-kata yang bersinonim.
5. Makna
Kata dan Makna Istilah
Pada
awalnya, makna yang dimiliki oleh sebuah kata adalah makna leksikal, denotatif
atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi
jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks
situasinya. Istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan,
meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, istilah sering dikatakan bebas
konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.
6. Makna
Idiom dan Peribahasa
Idiom
adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna
unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Idiom terbagi
atas idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua
unsurnya telah melebur menjadi satu kesatuan. Sedangkan idiom sebagian adalah
idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal sendiri.
Peribahasa memilliki makna yang masih dapat ditelusuri dari makna unsurnya
karena adanya “asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.
D.
Relasi
Makna
Relasi
makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu
dengan yang lain.
a.
Sinonim
Sinonim
yaitu hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu
satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Dua buah ujaran yang bersinonim
maknanya tidak akan sama persis. Ketidaksamaan itu terjadi karena faktor :
1.
Faktor waktu
2.
Faktor tempat atau wilayah
3.
Faktor keformalan
4.
Faktor sosial
5.
Faktor bidang kegiatan
6.
Faktor nuansa makna
b.
Antonim
Antonim
yaitu hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan
kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain.
c.
Polisemi
Polisemi
yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya
makna pertama adalah makna sebenarnya, yang lain adalah maknamakna yang
dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau
satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan
ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.
d.
Homonim
Homonim
yaitu dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama dan
maknanya berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang
berlainan. Pada kasus homonim ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan,
yaitu homofon dan homograf. Homofon adalah adanya kesamaan bunyi antara dua
satuan ujaran, tanpa memperhatikan ejaannya. Homograf adalah bentuk ujaran yang
ortografinya dan ejaannya sama, tetapi ucapan dan maknanya berbeda. Perbedaan
antara homonim dengan polisemi adalah bahwa homonim yaitu dua buah bentuk
ujaran atau lebih yang “kebetulan” bentuknya sama, dan maknanya berbeda,
sedangkan polisemi yaitu sebuah bentuk ujaran yang memiliki makna lebih dari
satu. Dengan demikian jelas bahwa antara keduanya tidak punya hubungan sama
sekali.
e.
Hiponimi
Hiponimi
yaitu hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup
dalam makna bentuk ujaran yang lain. Relasi hiponimi bersifat searah.
f.
Ambiguitas atau Ketaksaan
Ambiguitas
yaitu gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang
berbeda. Ketaksaan terjadi dalam bahasa tulis akibat perbedaan gramatikal
karena ketiadaan unsur lisan, karena ketidakcermatan dalam menyusun konstruksi
beranaforis. Perbedaan homonim dengan ambiguiti adalah bahwa homonim yaitu dua
buah bentuk atau lebih yang kebetulan bentuknya sama, sedangkan ambiguitas
adalah sebuah bentuk dengan dua tafsiran makna atau lebih. Perbedaan polisemi
dengan ambiguitas adalah bahwa polisemi biasanya hanya pada tataran kata, dan
makna-makna yang dimilikinya yang lebih dari satu itu, sedangkan ambiguiti
adalah satu bentuk ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu sebagai akibat
perbedaan tafsiran gramatikal.
g.
Regudansi
Regudansi
yaitu kata yang berlebih-lebihan yang menggunakan unsur segmental dalam suatu
bentuk ujaran.
E.
Perubahan
Makna
Secara
sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara
diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Dalam masa yang relative singkat,
makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi dalam waktu yang relative lama ada
kemungkinan makna tersebut akan berubah. Ini tidak berlaku untuk semua
kosakata, tetapi hanya terjadi pada sebuah kata saja, yang disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
1.
Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi
2.
Perkembangan sosial budaya
3.
Perkembangan pemakaian kata
4.
Pertukaran tanggapan indera (sinestesia)
5.
Adanya asosiasi
Asosiasi
dapat berupa hubungan wadah dengan isinya, dan juga berupa hubungan waktu
dengan kejadian. Perubahan makna ada beberapa macam. Ada perubahan meluas,
menyempit dan berubah total. Perubahan yang meluas yaitu jika tadinya sebuah
kata bermakna A, maka kemudian menjadi bermakna B. Perubahan yang menyempit
yaitu jika tadinya sebuah kata memiliki makna yang sangat umum, tetapi kini
maknanya menjadi khusus atau sangat khusus. Perubahan makna total yaitu makna
yang dimiliki sekarang sudah jauh berbeda dengan makna aslinya. Dalam
pembicaraan tentang perubahan makna, dikenal usaha untuk menghaluskan dan
mengkasarkan ungkapan. Usaha untuk menghaluskan ini dikenal dengan nama eufemia
atau eufemisme. Sedangkan usaha untuk mengkasarkan dikenal dengan nama
disfemia, usaha ini sengaja dilakukan untuk mencapai efek pembicaraan menjadi
tegas.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kajian
Makna
Makna adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita
tuturkan.
B. Hakikat
Makna
Menurut teori yang
dikembangkan Ferdinand de Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang
dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik.
C. Jenis
Makna
1. Makna
Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual
2. Makna
Referensial dan Non-referensial
3. Makna
Denotatif dan Makna Konotatif
4. Makna
Konseptual dan Makna Asosiatif
5. Makna
Kata dan Makna Istilah
6. Makna
Idiom dan Peribahasa
D. Relasi
Makna
1. Sinonim
2. Antonim
3. Polisemi
4. Homomim
5. Hiponimi
6. Ambiguitas
atau Ketaksaan
7. Redudansi
E. Perubahan
Makna
Chaer,
Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
0 comments